JAKARTA, KOMPAS.com - Apa itu boutique developer atau pengembang elite? Jika Anda pernah, atau bahkan melihat The Ritz-Carlton Pacific Place, Hotel Mulia, Wisma GKBI, Plaza Indonesia, ataupun Keraton @ The Plaza, itulah properti premium yang dibangun oleh para pengembang elite.
Dalam bahasa CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, boutique developer adalah pengembang yang tidak membangun properti secara massal, alias khusus. Cenderung membangun dalam jumlah terbatas, untuk menjaga eksklusivitas.
"Atau dengan kata lain hanya bertendensi kepada satu sub-sektor tertentu saja, misalnya, khusus hotel premium, apartemen super-mewah, atau perkantoran elite,"ujar Hendra kepada Kompas.com, Minggu (6/9/2015).
Boutique developer berbeda dengan Ciputra Group atau Sinarmas Land Group, kata Hendra, yang mengembangkan properti untuk memenuhi kebutuhan pasar atau supply driven. Pengembang elite justru yang menciptakan pasar, dan menyediakan tren gaya hidup dalam lingkungan properti yang mereka kembangkan.
"Rekam jejak mereka tak diragukan. Portofolio yang telah dibangun menjadi referensi utama tidak saja di Indonesia, melainkan juga di mancanegara. Mereka membangun reputasi dan kekaguman pasar akan kualitas, kemewahan, prestis, dan kebanggaan melalui properti seperti ini," papar Hendra.
Nyaris seluruh properti yang dikembangkan oleh kelompok elite pengembang ini merupakan sumber pendapatan berulang atau recurring income. Oleh karena itu, mudah dimafhumi bila mereka memiliki kemampuan dan konstruksi finansial yang kuat dalam jangka panjang guna membiayai pembangunan properti sewa yang padat modal.
"Kalaupun membangun properti untuk mendapatkan development income, bisa dipastikan harga jualnya di atas Rp 5 miliar per unit. Itu pun nantinya mereka kelola dengan menunjuk operator berjaringan internasional dengan level setara," imbuh Hendra.
Mereka yang masuk dalam kategori boutique developer adalah:
Perusahaan ini merupakan joint venture antara Central Cipta Murdaya Holding (CCM) dengan Hongkong Land. Keduanya mengembangkan superblok World Trade Center (WTC) Sudirman di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, seluas 8 hektar.
WTC Sudirman dirancang setara dengan pusat-pusat keuangan di kota-kota dunia macam New York, London, Tokyo, dan Hongkong. Tak mengherankan bila harga sewanya merupakan tertinggi di Indonesia. Hingga saat ini, menurut Hendra, rekor perkantoran termahal masih dipegang WTC Sudirman Tower 2.
Imperium bisnis ini dimotori oleh Djoko Sugiarto Tjandra. Mereka telah membangun sejumlah properti mewah yang dikenal mengubah wajah kawasan di sekitarnya dan memengaruhi pasar properti Indonesia, khususnya Jakarta.
Portofolio berbagai jenis yang mereka miliki adalah Hotel Mulia Senayan, The Mulia Bali yang terdiri atas vila, resor dan hotel, perkantoran elite Wisma GKBI, Wisma Mulia, Gedung BRI II, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, Atrium Mulia, Mulia Business Park dan Mal, serta apartemen Taman Anggrek.