Menurut Deputi Sarana Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Dedy S Priyatna, dimensi pembangunan perlu mengingat tiga hal, yaitu manusia, ketahanan pangan dan konektivitas. Dengan begitu, dalam kurun waktu lima tahun, total anggaran infrastruktur adalah yang paling besar.
Dedy mengingatkan kepada jajaran Kementerian PUPR untuk memperhatikan prioritas di daerah. Misalnya pembangunan pelabuhan untuk tol laut dan bandara. Pemerintah perlu membangun Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Untuk membangun prioritas-prioritas tersebut, kata Dedy, total anggaran yang dibutuhkan infrastruktur 2015-2019 mencapai Rp 5.519 triliun. Jumlah ini termasuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), anggaran untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan dari swasta.
Dari total tersebut khusus untuk infrastruktur PUPR ada Rp 2.222 triliun. Anggaran ini, menurut Dedy, adalah yang terbesar dari sisi infrastruktur. "Jadi, prioritas infrastruktur semua tertuju ke PU-an. Meskipun ada ribut-rubut tol laut dan lain-lain, dari sisi anggaran infrastruktur ke PU-an adalah yang terbesar yang akan dibangun," sebut Dedy.
Dalam alokasi Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional, kemampuan negara indikatif hanya Rp 1.300 triliun. Jika ditambah dengan cadangan, maka semuanya adalah Rp 1.400 triliun. Melihat kebutuhannya adalah Rp 2.200 triliun, maka ada selisih Rp 800 triliun antara kebutuhan dengan kemampuan pemerintah.
Dedy berharap, ada penambahan kemampuan pemerintah. Kalau tidak, kekurangan anggaran tersebut harus ditanggung swasta, BUMN, bahkan daerah. "Dengan anggaran yang begitu besar itu, akan ada tantangan dalam pembangunan infrastruktur ke PU-an," ucap dia.
Sementara itu, anggaran indikatif yang sudah diberikan untuk kementerian lembaga jumlahnya saat ini Rp 170,3 triliun, sementara kebutuhan Rp 291 triliun. Artinya, masih ada kekurangan Rp 121 triliun.