Pelanggaran tersebut antara lain pembentukan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tidak berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) serta pembentukan Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) secara sepihak oleh pengembang.
"Coba lihat, dua hal tersebut berbuntut pada banyaknya biaya yang harus dikeluarkan penghuni dengan alasan iuran perawatan lingkungan (IPL). Penghuni sendiri tidak pernah diajak bermediasi soal biaya tersebut, tahu-tahu sudah ada penetapannya. Ini jelas merugikan penghuni rusunami," ujar Simson ketika diwawancarai Kompas.com, Selasa (10/3/2015).
Selain itu, Simson juga kecewa kepada sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang dianggap hanya menguntungkan pengembang. Menurutnya, Pemprov telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya untuk mengawasi dan membina pengelolaan rusunami di Jakarta.
"Pemprov ini kan sebagai dewan pembina dalam pengelolaan rusunami di Jakarta. Tapi ada 60 AD/ART rusunami yang melanggar UU justru disetujui dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur. Berarti tugas Pemprov sebagai dewan pembina itu disalahgunakan," lanjut Simson.
Oleh karena itu, Simson dan para penghuni rusunami lainnya yang tergabung dalan KAPPRI menuntut adanya kebijakan baru yang pro terhadap penghuni rusunami. Selai itu, ia juga meminta pemilihan ulang P3SRS di 60 rusunami tersebut.
Sebelumnya diberitakan, puluhan penghuni rumah susun hak milik (rusunami) yang tergabung dalam KAPRI menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, beberapa penghuni rusunami yang melakukan unjuk rasa berasal dari apartemen ITC Mangga Dua, Graha Cempaka Mas, Green Pramuka, Kalibata City, dan Marina Ancol.