Keunikan tersebut membuat Ubud tampil sebagai salah satu destinasi wisata utama di Bali, mengejar popularitas Nusa Dua, Sanur, dan Jimbaran. Meskipun perkembangan hotel baru berlangsung sangat pesat, namun kawasan ini masih dapat mempertahankan keunikan berupa pembauran tradisi, sejarah yang lestari dan atraksi budaya.
Menurut hasil riset HVS, periset hotel skala global berbasis di Amerika Serikat, Ubud dan Bali secara umum telah menikmati pertumbuhan kunjungan signifikan. Sejak tahun 2004, jumlah kedatangan wisatawan asing meningkat sebanyak 1,5 juta hingga 3,8 juta jiwa pada 2014 atau tumbuh 10 persen secara tahunan.
Kedatangan domestik juga memperlihatkan perubahan besar dengan angka rerata 12 persen per tahun, dari 2 juta orang pada 2004, menjadi 6,4 juta pada 2014.
Pencapaian selama satu dasa warsa tersebut, tulis HVS, bukan tanpa gangguan. Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya kedatangan domestik mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan ketidakpastian politik saat Indonesia menggelar pemilihan umum legislatif dan presiden.
Sementara kedatangan asing tetap stabil, bahkan saat dunia mengalami krisis keuangan pada 2009, Bali tetap mampu bertahan. Pulau Dewata ini terus memperlihatkan pertumbuhan positif pada 2008-2010 saat krisis masih berlangsung.
Ada beberapa alasan, Bali masih tetap bertahan dan semakin diminati wisatawan. Pertama kemudahan akses. Kedua, terjadi perubahan penting dalam demografi bisnis dan industri pariwisata yang memainkan peranan penting yakni kunjungan dari negara-negara bebas resesi macam Tiongkok, dan Australia. Turis asal kedua negara tersebut mulai melonjak dalam empat hingga lima tahun terakhir, mempertimbangkan kemudahan akses dan keterjangkauan tadi.
Selain Tiongkok dan Australia, Bali juga diminati pengunjung non-tradisional lainnya asal Korea Selatan, dan Jepang. Perluasan pangsa pasar ini, menurut HVS, sebagai hasil dari kampanye "Wonderful Indonesia" yang diluncurkan pemerintah pada 2011.
Romantisme Jakarta-Canberra
Ketegangan politik yang terjadi baru-baru ini antara Jakarta dan Canberra, dipicu vonis hukuman mati terhadap pelanggar perdagangan narkoba kelompok "Bali Nine", diprediksi akan menurunkan jumlah kedatangan dari Australia.
Pasalnya, Indonesia menunda penawaran bebas visa masuk bagi warga negara Australia. Mempertimbangkan hal ini, HVS tidak mengharapkan pasar Australia dapat tumbuh kuat pada 2015. Di sisi lain, Australia merupakan pasar utama bagi Bali.
Namun begitu, perlambatan pertumbuhan pasar Australia tidak akan memengaruhi pasar hotel di Ubud. Hal ini disebabkan preferensi pasar Australia lebih ke pantai di bagian selatan Bali seperti Kuta dan Legian.
Sementara Tiongkok, yang merupakan pasar terbesar kedua dan berkontribusi 15 persen dari total kunjungan asing ke Bali, akan mengalami pertumbuhan pesat tahun ini. Terlihat dari tren kenaikan kunjungan fenomenal pada tahun lalu, tercatat 51 persen menjadi 586.300 orang dari sebelumnya 387.500 pengunjung pada tahun 2013.
Kunjungan dari negara lain seperti Malaysia, Jepang dan Singapura masing-masing berkontribusi sebesar 6 persen, 6 persen dan 5 persen dari total kedatangan internasional. Berbeda dengan ketiga negara ini, Jepang sebagai pasar terbesar bagi Ubud, justru mengalami penurunan akibat deflasi dan depresiasi Yen di negaranya.
Kunjungan turis Jepang ke Ubud hanya 4 persen pada tahun 2014, jauh merosot dibanding kunjungan pada 2013 yang mencapai 10 persen. Penurunan kunjungan keseluruhan dari Jepang berdampak pada kinerja hotel di Ubud.