Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ubud dalam Bidikan

Kompas.com - 05/03/2015, 12:18 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

UBUD, KOMPAS.com - Selama satu dekade terakhir, Ubud, Bali, telah bertransformasi menjadi ceruk pasar bagi hotel-hotel mewah, hotel butik, dan vila eksklusif. Kehadiran fasilitas akomodasi tersebut boleh dikatakan unik, karena berada di antara persawahan dan lembah-lembah sebagai topografi khas kawasan ini.

Keunikan tersebut membuat Ubud tampil sebagai salah satu destinasi wisata utama di Bali, mengejar popularitas Nusa Dua, Sanur, dan Jimbaran. Meskipun perkembangan hotel baru berlangsung sangat pesat, namun kawasan ini masih dapat mempertahankan keunikan berupa pembauran tradisi, sejarah yang lestari dan atraksi budaya.

Menurut hasil riset HVS, periset hotel skala global berbasis di Amerika Serikat, Ubud dan Bali secara umum telah menikmati pertumbuhan kunjungan signifikan. Sejak tahun 2004, jumlah kedatangan wisatawan asing meningkat sebanyak 1,5 juta hingga 3,8 juta jiwa pada 2014 atau tumbuh 10 persen secara tahunan.

Kedatangan domestik juga memperlihatkan perubahan besar dengan angka rerata 12 persen per tahun, dari 2 juta orang pada 2004, menjadi 6,4 juta pada 2014.

Pencapaian selama satu dasa warsa tersebut, tulis HVS, bukan tanpa gangguan. Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya kedatangan domestik mengalami kemerosotan. Hal ini disebabkan ketidakpastian politik saat Indonesia menggelar pemilihan umum legislatif dan presiden.

Sementara kedatangan asing tetap stabil, bahkan saat dunia mengalami krisis keuangan pada 2009, Bali tetap mampu bertahan. Pulau Dewata ini terus memperlihatkan pertumbuhan positif pada 2008-2010 saat krisis masih berlangsung.

Ada beberapa alasan, Bali masih tetap bertahan dan semakin diminati wisatawan. Pertama kemudahan akses. Kedua, terjadi perubahan penting dalam demografi bisnis dan industri pariwisata yang memainkan peranan penting yakni kunjungan dari negara-negara bebas resesi macam Tiongkok, dan Australia. Turis asal kedua negara tersebut mulai melonjak dalam empat hingga lima tahun terakhir, mempertimbangkan kemudahan akses dan keterjangkauan tadi.

Selain Tiongkok dan Australia, Bali juga diminati pengunjung non-tradisional lainnya asal Korea Selatan, dan Jepang. Perluasan pangsa pasar ini, menurut HVS, sebagai hasil dari kampanye "Wonderful Indonesia" yang diluncurkan pemerintah pada 2011.

Romantisme Jakarta-Canberra

Ketegangan politik yang terjadi baru-baru ini antara Jakarta dan Canberra, dipicu vonis hukuman mati terhadap pelanggar perdagangan narkoba kelompok "Bali Nine", diprediksi akan menurunkan jumlah kedatangan dari Australia.

Pasalnya, Indonesia menunda penawaran bebas visa masuk bagi warga negara Australia. Mempertimbangkan hal ini, HVS tidak mengharapkan pasar Australia dapat tumbuh kuat pada 2015. Di sisi lain, Australia merupakan pasar utama bagi Bali.

Namun begitu, perlambatan pertumbuhan pasar Australia tidak akan memengaruhi pasar hotel di Ubud. Hal ini disebabkan preferensi pasar Australia lebih ke pantai di bagian selatan Bali seperti Kuta dan Legian.

Sementara Tiongkok, yang merupakan pasar terbesar kedua dan berkontribusi 15 persen dari total kunjungan asing ke Bali, akan mengalami pertumbuhan pesat tahun ini. Terlihat dari tren kenaikan kunjungan fenomenal pada tahun lalu, tercatat 51 persen menjadi 586.300 orang dari sebelumnya 387.500 pengunjung pada tahun 2013.

Kunjungan dari negara lain seperti Malaysia, Jepang dan Singapura masing-masing berkontribusi sebesar 6 persen, 6 persen dan 5 persen dari total kedatangan internasional. Berbeda dengan ketiga negara ini, Jepang sebagai pasar terbesar bagi Ubud, justru mengalami penurunan akibat deflasi dan depresiasi Yen di negaranya.

Kunjungan turis Jepang ke Ubud hanya 4 persen pada tahun 2014, jauh merosot dibanding kunjungan pada 2013 yang mencapai 10 persen. Penurunan kunjungan keseluruhan dari Jepang berdampak pada kinerja hotel di Ubud.

Selain Jepang, segmen utama pasar hotel Ubud adalah Jerman, Belanda, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Jumlah kedatangan mereka konstan selama tiga tahun terakhir. Mereka datang ke Ubud sebagai tujuan akhir atau penutup dari rangkaian kunjungan ke pantai selama di Bali.

Pasokan hotel

Ubud kian tenar saat mendapat publikasi internasional berupa pembuatan film bertajuk "Eat, Pray, Love" yang dibintangi Julia Roberts pada 2010. Film berbasis novel dengan judul sama, menampilkan Ubud sebagai kawasan wisata indah, alami, dan tradisional.

Publikasi tersebut, jelas saja memicu para pebisnis hotel internasional memasuki pasar Ubud. Mengutip data Badan Pusat Statistik Kabupaten Gianyar, terdapat 409 hotel di Kabupaten Gianyar pada 2013. Tidak seperti daerah lain di Bali, jumlah hotel ini memang belum sepadat kawasan lainnya. Namun, pertumbuhannya justru signifikan.

Dari total jumlah hotel tersebut yang berklasifikasi mewah dalam bentuk resor, vila, dan hotel butik, sebanyak 21 persen. Termasuk Four Seasons Sayan dan Chedi Club at Tanah Gajah. Sementara hotel kelas menengah 29 persen. Sebagian besar lainnya adalah hotel kelas ekonomi dan bed and breakfast yakni 43 persen.

Menurut HVS, jumlah hotel di Ubud, akan semakin banyak hingga 2018 mendatang dengan penambahan 860 kamar baru dalam 10 hotel. Sebagian besar hotel baru ini berklasifikasi mewah dan kelas atas.

Kesepuluh hotel tersebut adalah The Ritz-Carlton Reserve Mandapa dengan total 60 kamar, Swiss-Belhotel Ubud dengan 21 vila, Melia Ubud 49 vila, The Westin Ubud 107 kamar, The Golden Tulip Ubud Resort 80 kamar, Bisma Eight 38 kamar, Padama Resort Ubud 149 kamar, Solis Ubud 108 kamar, Waldorf Astoria Ubud 100 kamar, dan Aloft Ubud 148 kamar.

Kinerja

Mereka hadir karena kinerja perhotelan di Ubud terus tumbuh selama tiga tahun terakhir. Tingkat penghunian kamar (TPK) pada 2012 mencapai 55 persen, setahun kemudian berada pada posisi 60 persen, dan 2014 bertengger pada angka 62 persen.

Tingginya TPK tersebut disebabkan kurangnya pasokan, terutama di segmen pasar hotel mewah yang mengalami kelebihan permintaan.

Selain TPK yang tumbuh positif, juga tarif rerata harian atau average daily rate (ADR) merangkak menjadi 545 dollar AS pada tahun lalu, dari sebelumnya 520 dollar AS tahun 2013, dan 475 dollar AS tahun 2012.

HVS memprediksi pertumbuhan pasokan, permintaan dan kinerja selama tahun 2015 akan berjalan positif. Kepercayaan pasar, terutama dari Eropa semakin menguat. Pasar Eropa selama ini berkontribusi besar dalam TPK hotel segmen mewah.

Dengan demikian, pasar hotel mewah punya ruang untuk tumbuh lebih pesat dengan rerata tarif 600 dollar AS per malam. Sementara pasar kelas atas relatif stabil berada pada angka 70 persen-71 persen selama kurun 2012-2014. Begitu juga dengan ADR yang tumbuh 6,5 persen dengan rerata 210 dollar AS pada 2012, 220 dollar AS pada 2013, dan 235 dollar AS pada 2014.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau