JAKARTA, KOMPAS.com - Keluhan para pengembang yang merasa kesulitan membangun hunian berimbang karena tingginya harga tanah adalah omong kosong. Pasalnya, komponen harga tanah tidak signifikan. Harga rumah yang dilepas ke masyarakat seharusnya sudah bisa menutup biaya tanah. Terutama, untuk rumah susun milik (
Rusunami).
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), Djan Faridz, mengemukakan hal ini dalam acara temu wartawan menjelang masa akhir jabatannya, di Jakarta, Selasa (13/5/2014).
"Misalkan harga tanahnya Rp 24 juta, dibagi 24 lantai, harga konstruksi menjadi hanya Rp 1 juta per lantai. Jadi, tidak ada harga tanah yang mahal. Itu alasan yang dibuat-buat. Harga tanah di kota mahal, itu omong kosong. Komponen tanah pada rumah minimalis juga tidak signifikan, dengan harga jual Rp 9,75 juta, itu tertutupi," ujarnya.
Lebih lanjut, Djan juga mengungkapkan bahwa dalam membangun rumah murah, yang diutamakan adalah elemen utamanya. Lantainya sekadar diplester pun tidak apa-apa.
"Semahal-mahalnya
rusun murah, paling banter seharga Rp 6 juta per meter persegi, asal dibangun 24 lantai. Harga tanah di kota mahal, itu omong kosong. Komponen tanah pada hunian minimalis tidak signifikan jika dijual seharga Rp 9 juta, pengembang masih untung ," imbuhnya.
Menurut Djan, sudah waktunya pengembang membangun
rusunami bagi masyarakat. Kemenpera tidak ingin membiarkan rakyat yang berpenghasilan rendah (MBR) tinggal di pinggir kota. Hunian di pinggir kota akan menambah biaya, dan pada akhirnya akan berimbas kembali pada pemerintah.
"Kasihan. Kalau rakyat MBR tinggal di pinggir kota, artinya kita menambah penderitaan rakyat Indonesia. Mereka membutuhkan tambahan biaya transportasi, dan tambahan waktu," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.