Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya, Rusun Jadi "Makanan Empuk" Investor!

Kompas.com - 12/04/2014, 10:14 WIB
Tabita Diela

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
 Aksi borong unit dalam menara-menara rumah susun komersial milik (rusunami) rupanya bukan rumor atau isapan jempol. Aktivitas investasi yang cenderung bersifat spekulatif tersebut adalah realita yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, di saat segelintir orang "bermain" mengharap keuntungan berlipat, sebagian besar lainnya justru tak dapat memiliki satu pun unit rusun.

Ketua APERSSI (Asosiasi Perhimpunan penghuni Rumah SuSun Indonesia) Ibnu Tadji memberikan konfirmasi seputar praktek spekulasi dan aktivitas investasi yang terus berlangsung, kepada Kompas.com, Jumat (11/4/2014).

"Meski terdapat larangan memindahtangankan unit-unit rusun sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20/2011, tetap saja praktek tersebut terus berlangsung. Ini tidak bisa dibiarkan. Bahkan sangat berbahaya. Ketika spekulan atau investor tersebut tidak bisa menjual atau menyewakannya kembali dengan harga sesuai ekspektasi, maka mereka terpaksa mematok tarif murah," jelas Ibnu.

Dia melanjutkan, tujuan mereka sangat jelas, bukan lagi gain dari sewa tapi keuntungan dari penjualan kembali unit-unit yang telah dibeli. Fakta ini yang kemudian menjawab fenomena rusun-rusun sekarang sepi tak berpenghuni.

"Kondisi sepi tersebut tak jarang mengundang terjadinya tindak kriminalitas. Sangat sering terjadi di rusun-rusun sepi. Hanya saja tak pernah diberitakan," ungkap Ibnu.

Namun begitu, Ibnu menekankan, bahwa berinvestasi di rusun atau apartemen adalah hak semua orang. Begitu juga dengan pengembang yang berhak menjual propertinya kepada semua jenis pembeli. Sebagai pengusaha, tentu modal harus berputar. Sayangnya, hal ini dianggap sebagai kesempatan emas oleh para investor. Dia pernah menemukan investor yang memiliki lebih dari 100 unit rusunami. Ada pula sebuah kelompok yang punya ribuan unit. Inilah bentuk investasi dan spekulasi dengan keuntungan tidak terhingga.

Ibnu mengungkapkan, aksi semacam ini memiliki beberapa efek. Pertama, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kriminalitas. Kedua, kenaikan harga yang luar biasa. "Bagaimana dengan masyarakat yang benar-benar mau cari rumah? Harganya baru tiga bulan bisa naik Rp 20 juta. Sungguh luar biasa kebijakan pemerintah, malah jadi ajang spekulasi dengan keuntungan yang tidak terhingga," ujar Ibnu.

Ibnu juga mengakui adanya insider trading. Orang-orang "dalam" atau anggota keluarga pengembang yang sudah memiliki unit rusunami bahkan sebelum diluncurkan. " Apakah pemerintah tidak tahu? Tahu! tapi tidak ada tindakan yang jelas," ungkapnya.

Ajang spekulasi ini, menurut Ibnu, terjadi pada rusunami yang dijual sebelum UU Nomor 20/2011 diterbitkan. Sejak 2012, rusun bersubsidi terkena larangan memindahtangankan unit kepada pihak lain. Namun, Ibnu mengungkapkan bahwa tetap saja praktik jual beli di bawah tangan dilakukan, selama masih PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) atau belum AJB (Akta Jual Beli).

Regulasi hanya angin lalu

Sebenarnya, pemerintah, lewat Bank Indonesia sudah bergerak mengantisipasi hal ini. Ibnu pun tidak alpa menyebutkan bahwa aturan Loan to Value (LTV) yang diterbitkan Bank Indonesia bisa mencegah spekulasi. Tapi kenyataannya, LTV hanya beberapa bulan bisa efektif. Sekarang ini efektivitasnya kurang tampak karena investasi rusun hasilnya lebih besar dari bunga bank. Keutungannya bisa mencapai 50 hingga 100 persen.

"Pemerintah perlu melarang investasi. Sekarang baru loan engineering. Ke depan saya kurang yakin LTV atau regulasi lain bisa mengekang praktek spekulasi," tambah Ibnu.

Ibnu mengungkapkan mengharapkan pemangku kepentingan terkat, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk membuka mata. Pelaku spekulasi, menurunya, perlu dibatasi dan diatur dalam perangkat hukum UU Rusun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau