Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Bandung, Rumah Susun Diperlakukan seperti Vila

Kompas.com - 05/03/2014, 16:28 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Margahayu Land, Hari Raharta Sudrajat, mengungkapkan bahwa masyarakat di Bandung semakin lama semakin terbiasa dengan kehadiran hunian vertikal. Hunian-hunian vertikal di Kota Kembang ini sudah ramai dihuni setelah sebelumnya sulit mencari pembeli hunian vertikal buatannya.

"Sekarang lucu, euforianya rusunami itu seperti vila. Sabtu-Minggu digunakan seperti vila, karena ada kolam renang. Jadi, ditinggalin.Kini rumah susun milik justeru dipandang sebagai tempat peristirahatan," ujar usai acara bincang-bincang DPP Realestat Indonesia (REI) di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Sebelumnya, Hari menjelaskan persentase komposisi biaya pembangunan high rise atau bangunan tinggi kepada beberapa wartawan. Menurut Hari, baik bangunan tinggi mewah maupun yang bersahaja, sama-sama membutuhkan biaya pondasi serupa.

"Membuat high rise mahal atau high rise murah, pondasinya sama saja. Cuma, finishing-nya beda. Tapi, di bawahnya, yang kita tanam, uang kita sama. Kita bangun beberapa lantai, ke bawahnya kan juga beberapa lantai, itu nilainya sama. Kan nggak boleh roboh. Kalau roboh, ya, kita dituntut dan itu ada standarnya untuk tahan gempa," ujar Hari.

Hari menjelaskan, awalnya cukup sulit memasarkan hunian vertikal. Kini, masyarakat mulai terbiasa dan gaya hidup seperti itu diakuinya tidak hanya terjadi di Bandung. Di Jakarta, misalnya, beberapa pasangan suami-isteri memutuskan untuk tinggal di apartemen pada hari kerja, sementara mereka akan pulang ke Tangerang atau Bekasi di akhir pekan.

Sementara itu, karakteristikk pembeli hunian high rise atau rusunami di Bandung, awalnya hanya orang-orang luar Bandung. Menurut Hari, mereka terpaksa membeli satuan rusunami lantaran biaya menyewa kos sama saja dengan biaya mencicil rusunami.

"Yang beli itu orang-orang luar, orang yang terpaksa, daripada kos, kan kos-kosan di bandung itu sudah Rp1 juta atau Rp2 juta, lebih baik beli rusunami, mencicilnya sama," ujar Hari.

Lebih suka end user

Hari mengatakan, bagaimana pun proses hingga akhirnya konsumen membeli apartemen, dia lebih suka bila apartemen tersebut dibeli oleh end user daripada investor.

"Karena, kalau end user itu nanti kami harus memungut biaya service. Kalau kosong, bisa ditagih, hanya susah," ujar Hari.

Tak jarang, para investor tersebut akan meminta penundaan pembayaran. Dia baru mau membayar ketika ada yang menyewa. Saat ini, di beberapa proyek rusunami milik PT Margahayu Land di Bandung, sudah cukup banyak dihuni.

"Ita itu komposisinya 60-40. Yang 60 dihuni, sementara 40 untuk investasi," papar Hari.

Praktik yang marak terjadi, menurut dia, hunian vertikal semakin ramai dihuni karena masyarakat Bandung menganggapnya sebagai vila atau rumah peristirahatan di akhir pekan. Keluarga bisa memanfaatkan fasilitas, seperti kolam renang yang ada di area rusunami.

Sebagai catatan, Margahayu Land merupakan pengembang yang sudah tidak asing lagi di Bandung. Pengembang yang berbasis di Bandung tersebut telah mengembangkan 40.000 unit rumah di Bandung, Karawang, Bekasi, Bogor dan Cirebon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com