Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, Manado merupakan penyeimbang tarikan aktivitas bisnis dan ekonomi ke utara. Sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia di wilayah utara, peran dan posisi ibukota Sulawesi Utara ini tak kalang penting dan strategis.
"Manado juga dekat dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung yang semakin menegaskan posisi dan perannya sebagai salah satu gate negara kita," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Sabtu (23/3/2014).
Manado, kata Bernardus, berkembang karena didorong oleh pembangunan infrastruktur plus secara historis sebagai salah satu jalur perdagangan. Posisi geografisnya yang berada di utara dan dekat perbatasan dengan negara tetangga, Filipina, membuatnya semakin vital.
Industri pariwisata, pertambangan, komoditas hasil bumi, bisnis kargo, telah menjadikan kota dengan populasi 410.481 juta jiwa ini punya fungsi-fungsi yang juga dimiliki Makassar sebagai hub Indonesia Timur.
"Manado tidak hanya kaya dari aktivitas bisnis sebagai dampak eksplorasi sumber daya alamnya, sebagai sebuah kota, punya fungsi pelayanan terhadap kepentingan Indonesia di wilayah utara. Manado adalah sentra bagi perbatasan Indoensia-Filipina," jelas Bernardus.
Adapun bisnis yang akan semakin tumbuh di masa depan, lanjutnya, adalah yang terkait dengan pariwisata, dan kargo. Pasalnya, Manado dekat dengan spot wisata kaliber internasional yakni Taman Nasional Bunaken, sementara bisnis kargo terkait dengan adanya rencana sejumlah maskapai penerbangan yang menjadikan kota ini sebagai hub.
Properti menggeliat
Tak pelak, daya tarik tersebut membuat para pengembang terpincut. Sinarmas Land Group berencana menggarap kota ini sebagai lahan ekspansi di Timur Indonesia. Mereka menganggap permintaan properti, khususnya hunian di Manado, tumbuh. Peningkatan ini disebabkan oleh preferensi pasar (konsumen) yang menginginkan memiliki hunian di kampung halaman setelah berkutat dengan karier profesional di Jakarta dan kota-kota lainnya di Pulau Jawa.
Ditambah lagi, jumlah populasi kelas menengah di perkotaan yang dibidik juga meningkat. Dengan harga jual properti (hunian) sekitar Rp 1 miliar, pasar kelas menengah akan sanggup menyerapnya.
Sementara PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) akan menggarap dua proyek sekaligus, yakni St Moritz Manado di kawasan Kairagi, dan Blue Banter di pusat kota, tepatnya Jl Boulevard. Kedua proyek berkonsep mixed use development ini akan terdiri dari apartemen, pusat belanja, dan rumah sakit.
"Nilai proyek St Moritz Manado sekitar Rp 1,8 triliun. Sementara Blue Banter masih kami hitung," ujar Vice President PR Corporate LPKR, Danang Kemayanjati kepada Kompas.com, Kamis (6/3/2014).
LPKR mengincar Manado, lanjut Danang, karena kota ini punya banyak potensi pasar yang belum dikembangkan secara maksimal. Para pengembang yang sudah lebih dahulu masuk hanya berkonsentrasi di sektor permukiman, sementara sektor properti komersial masih merupakan "barang baru".
Chief Marketing Officer Lippo Homes, Jopy Rusli, menambahkan, ekspansi LPKR ke Manado adalah sebagai bagian dari strategi korporat untuk memberikan keuntungan kepada stake holder, para pembeli dan pemegang saham.
"Harga lahan di Manado masih murah dan kami membangun dengan memberikan nilai tambah (added value)," tegas Jopy.
Sementara AKR Land menyiapkan lahan 180 hektar untuk perumahan berbagai tipe sesuai dengan permintaan pasar, seperti kluster New Royal Golf View, Bukit Kawanua Golf Resort, dan Casa de Viola, dilengkapi dengan pusat bisnis, yaitu kawasan komersial Grand Kawanua City Walk.
Hingga tahun ini, proyek baru sampai pembangunan tahap III. Total lahan yang sudah tergarap di situ mencapai sekitar 50 ha. Total lahan AKR Land di ibu kota Sulawesi Utara ini seluas 300 ha. Jadi, masih ada 120 ha yang belum masuk perencanaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.