Membeli rumah juga bukan merupakan solusi. Pasalnya, pasokan rumah baru dengan harga terjangkau, justru berada di kawasan pinggiran. Itu artinya, Anda harus menyiapkan waktu, tenaga, dan tentu saja pengeluaran ekstra untuk dapat sampai di tempat kerja.
Di sisi lain, rumah baru yang dibangun di tengah kota sudah menjadi barang langka. Kalaupun ada, harganya bisa membuat Anda ternganga, yakni di atas Rp 1 miliar per unit. Bahkan ada yang dibanderol puluhan dan ratusan miliar per unit di daerah elite dan dalam area bisnis terpadu.
Sementara Anda yang punya penghasilan cukup, dalam arti mampu membayar uang muka dan angsuran tiap bulan, apartemen sederhana mungkin bisa menjawab kebutuhan. Meski "sederhana", namun harganya tak bisa dibilang "bersahaja". Saat ini, apartemen baru ukuran studio dibanderol dengan harga rerata Rp 300 juta per unit. Menurut riset Jones Lang LaSalle Indonesia, apartemen kelas bawah ini mengalami kenaikan cukup pesat, dari sebelumnya Rp 7 juta per meter persegi, menjadi Rp 12 juta per meter persegi.
Meski tampak terjangkau, namun Anda harus siap dengan segala konsekuensi untuk tetap dapat bertahan hidup di apartemen tengah kota Jakarta. Selain persiapan dana dan mental karena terdapat perubahan gaya hidup dari gaya hidup horisontal menuju gaya hidup vertikal, ada beberapa konsekuensi yang harus Anda pikul.
Menurut praktisi hukum properti, Eddy Leks, hal pertama yang harus Anda perhatikan adalah persiapkan dana ekstra untuk membayar iuran pengelolaan (service charge) dan iuran perawatan (sinking fund). Iuran pengelolaan digunakan untuk kepentingan operasionalisasi gedun seperti listrik, air, dan kebersihan. Sedangkan iuran perawatan digunakan untuk merawat gedung yang biasanya dilakukan secara tahunan atau tergantung pada kondisi gedung.
"Iuran pengelolaan ditentukan oleh Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS). Besarannya biasanya mengikuti tingkat inflasi. Tiap tahun bisa meningkat, pasalnya dalam biaya perawatan terdapat komponen tarif listrik yang kita sendiri tahu setiap tahun pasti naik. Besarannya dihitung dari total biaya pengelolaan satuan unit rumah susun (sarusun) sehari-hari sesuai anggaran yang ditetapkan P3SRS," jelas Eddy kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2014).
Lain lagi dengan iuran perawatan. Menurut Eddy, biaya perawatan bisa diangsur per bulan di muka. Besarannya disesuaikan dengan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) yang dihitung dari luas unit apartemen yang Anda miliki dengan ongkos produksi yang dikeluarkan pengembang.
"Baik iuran pengelolaan maupun iuran perawatan adalah tanggung jawab pemilik, kecuali pemilik mengalihkannya kepada penghuni," kata Eddy.
Konsekuensi kedua yang harus dipersiapkan adalah perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB). Di Indonesia, apartemen umumnya berstatus HGB di mana masa kepemilikannya habis dalam jangka waktu 30 tahun. Pemilik apartemen menguasakan kepada P3SRS untuk memperpanjangnya kembali selama 20 tahun dan selanjutnya 30 tahun.
"Perpanjangan HGB dilakukan dua tahun sebelum masa kepemilikan pertama habis. Proses perpanjangan ini juga memerlukan biaya," imbuh Eddy.
Konsekuensi berikutnya yang harus diantisipasi pemilik dan penghuni apartemen adalah potensi konflik antara pemilik atau penghuni dengan P3SRS. Potensi konflik biasanya timbul bila pengelolaan apartemen tidak memuaskan.
"Potensi konflik lainnya adalah penetapan iuran pengelolaan tanpa sepengetahuan pemilik atau penghuni. P3SRS sering alpa mengajak penghuni bermusyawarah untuk menetapkan besaran kenaikan iuran pengelolaan," tandasnya.
Jadi, kemampuan membeli dan memiliki apartemen saja tidak cukup. Ada dana ekstra dan konsekuensi yang harus diperhatikan oleh calon pembeli dan penghuni apartemen.Terlebih pengetahuan tentang hukum properti (apartemen).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.