Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China Larang Penjualan Lahan Desa untuk Properti

Kompas.com - 09/12/2013, 16:01 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Melesatnya harga properti, terutama hunian, di tengah kota-kota utama China, telah mendorong akselerasi penjualan lahan di perdesaan. Lahan-lahan desa yang ditransaksikan tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan properti hunian dengan harga tinggi.

Jelas, praktik jual beli tersebut dikhawatirkan dapat membuat ketersediaan lahan perdesaan yang selama ini digunakan untuk pertanian dan perumahan marjinal, kian menyusut. Didorong fenomena tersebut, Pemerintah China dalam pertemuan tingkat atas dengan partai pemerintah, mengeluarkan pernyataan larangan penjualan lahan sekaligus properti di atasnya.

Seperti dilaporkan Reuters, pelarangan tersebut berwujud surat edaran bersama antara Departemen Pertanahan dan Sumber Daya dan Kementerian Pembangunan Perumahan dan Perkotaan-Perdesaan.

"Harga properti naik di kota-kota, dan investor berbondong memborong lahan di desa. Ini sebuah kegilaan, mereka merampas hak warga marjinal," tulis Reuters mengutip Harian Informasi Ekonomi setempat.

Penduduk kota telah melarikan diri ke daerah pedesaan untuk mengambil keuntungan demi kondisi lingkungan yang lebih baik dan telah mengakuisisi lahan dan properti-properti milik warga desa.

Wakil Menteri Pertanahan China, Xu Deming, mengatakan bahwa partai pemerintah memang telah mengizinkan pemanfaatan lahan perdesaan untuk pengembangan terpadu. Namun, itu pun  dengan pengawasan ketat.

Untuk diketahui, tanah perdesaan di China dimiliki secara kolektif dan hanya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan properti industri atau swasta dengan persetujuan dan permintaan sebelumnya oleh negara.

Adapun posisi aktual harga rumah di China per November 2013, naik paling tinggi 10,99 % dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 1.765 dollar AS (Rp 20,6 juta) per meter persegi. Kenaikan ini terjadi di 100 kota. Sementara kenaikan per bulan terjadi sebesar 0,68% dan terjadi selama 18 bulan bertutur-turut.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com