Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luar Jawa Lebih "Hot" di Masa Depan

Kompas.com - 26/08/2013, 16:13 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perubahan orientasi pengembangan ke luar Pulau Jawa yang dilakukan beberapa developer dalam dua tahun terakhir mengindikasikan fenomena baru. Bahwa sesungguhnya kawasan-kawasan di luar Pulau Jawa memiliki potensi tak kalah besar ketimbang kota-kota di Jawa.

Demikian diungkapkan Head Capital Market and Investment Knight Frank, Fakky Ismail Hidayat, kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (26/8/2013). Menurutnya, potensi tersebut direpresentasikan tumbuhnya permintaan (demand) properti terutama hunian dan fasilitas akomodasi yang diakibatkan oleh kenaikan daya beli (purchasing power).

"Para pengembang melihat potensi pasar di daerah, luar biasa besar. Mereka telah memperhitungkan risiko dan konsekuensi berinvestasi di sana yang tentu saja mendatangkan peluang tak kalah besar untuk meraup pertambahan pendapatan dan keuntungan," jelas Fakky.

Pengembang besar macam Sinarmas Land, Lippo Group, Ciputra Group, Agung Podomoro Group, Pondok Indah Group memperluas diversifikasi portofolionya di kota-kota kedua luar Jawa seperti Batam (Kepulauan Riau), Balikpapan (Kalimantan Timur), Manado (Sulawesi Utara), Palembang (Sumatera Selatan), Medan (Sumatera Utara) dan Makassar (Sulawesi Selatan).

Medan merupakan arena "pertarungan" paling seru. Di kota terbesar Sumatera ini, Ciputra Group, Lippo Group, dan Agung Podomoro Group akan berebut pendapatan dan keuntungan. Ketiganya membangun perumahan, komersial dan superblock.

Sedangkan di Batam, selain Agung Podomoro Group, terdapat Ciputra Group, Lippo Group dan Sinarmas Land. Menyusul Balikpapan yang diramaikan kompetisi ketat oleh Ciputra Group, Agung Podomoro Group dan Sinarmas Land Group.

Meluasnya eskalasi pengembangan, lanjut Fakky, didorong oleh desifit lahan dengan dimensi luas dan bersih secara legal di Jakarta. Kalaupun masih ada, harganya sudah sangat tinggi. Di kawasan pusat bisnis terpadu (Central Business District/CBD) harga lahan sudah mencapai Rp 45 juta-Rp 50 juta per meter persegi. Sedangkan di kawasan premium strategis berada pada kisaran Rp 30 juta-Rp 40 juta per meter persegi.

"Ini artinya, dengan harga selangit, terciptanya pertumbuhan harga yang tinggi menjadi kian terbatas. Karena Jakarta sudah matang dengan harga-harga properti semua sektor terus melambung tinggi, sementara daerah masih merangkak," imbuh Fakky.

Bandingkan dengan harga lahan di kota-kota tersebut di atas. Medan, contohnya, di dalam kawasan pengembangan real estat masih Rp 4 juta-Rp 6 juta per meter persegi.  Sementara di kawasan pusat bisnis berada pada kisaran Rp 9 juta-Rp 15 juta per meter persegi.

Lain lagi dengan Balikpapan. Saat ini, harga lahan berada pada posisi Rp 15 juta-Rp 18 juta per meter persegi. Kawasan MT Haryono menempati posisi kedua dengan harga lahan sekitar Rp 6 juta-8 juta/m2.

Meski diperebutkan oleh pengembang-pengembang kakap, tidak ada satu pun dari mereka yang mengkhususkan pembangunan pada satu sektor dominan. Mereka membangun semua sektor. Mulai dari perumahan yang dilengkapi fasilitas komersial, kondominium, hotel hingga kawasan industri.

Vice President Marketing Agung Podomoro Land Tbk, Indra Widjaja Antono, mengatakan, daerah menawarkan peluang yang sama bagi semua sektor pengembangan. Dengan harga lahan yang jauh lebih rendah, pihaknya dapat menjual properti, terutama kondominium dengan nilai feasible.

"Menara pertama dari rencana dua menara pembangunan Borneo Bay Residence sebanyak 1.110 unit, kami mampu meraup pendapatan penjualan senilai Rp 500 miliar. Ini membuktikan bahwa kebutuhan di daerah tak kalah banyak ketimbang Jakarta dan ke depannya, akan sangat menantang," paparnya.

Sementara Pondok Indah Group akan meneruskan proyek residensial di Batam, karena prospek yang dinilai menjanjikan. Menurut Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk (anak usaha Pondok Indah Group), Husin Widjayakusumah, harga properti di sana masih terhitung kompetitif yakni antara Rp 500 juta-Rp 1 miliar per unit.

"Dengan harga yang masih rendah tersebut, kemungkinan untuk tumbuh dengan range tinggi (price growth) sangat luas. Mengingat pangsa pasar kami adalah kelas menengah domestik dan juga investor asing," imbuh Husin.

Metropolitan Kentjana akan memulai pengembangan tahap ke-II Bumi Shangrila seluas 15 hektar pada tahun 2014. Mereka telah menuntaskan pembangunan tahap I seluas 13 hektar terbangun.

Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, meski kawasan Jadebotabek masih mencatat pertumbuhan permintaan dan harga tertinggi di seluruh Indonesia. Namun, apa yang sekarang terjadi di daerah, berpotensi mengalami pertumbuhan sebesar 10 persen hingga 15 persen per tahun.

"Untuk sub sektor perumahan (landed house) dan kondominium, Medan dan Balikpapan menunjukkan performa menjanjikan," tandas Hendra.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau