Pendapat tersebut dikemukakan CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono kepada Kompas.com, di Jakarta, Selasa (20/8/2013). Menurutnya, bisnis dan industri properti akan tumbang bila Rupiah terus merosot melebihi batas sensitif dan berkepanjangan. Dus, kondisi ini dibarengi dengan kenaikan harga yang tidak terkendali.
"Bila hal itu terjadi, sektor yang paling rentan terkena dampaknya adalah ruang komersial ritel atau pusat belanja, kawasan industri dan perkantoran. Menguatnya Dollar dalam jangka waktu lama akan berdampak pada penurunan permintaan sebagai akibat dari lonjakan harga sewa dan turunnya tingkat hunian," papar Hendra.
Tak sebatas itu, kondisi tersebut berpotensi terjadinya penyesuaian harga berupa perubahan nilai konversi mata uang yang berlaku untuk penetapan harga sewa. Penyesuaian harga sewa ini akan sangat bergantung pada level gedung dan tingkat okupansinya.
"Kalau dulu (1997, red), kurs Rupiah terhadap Dollar sebesar Rp 2.500 dan melorot menjadi Rp 10.000-Rp 13.000, para pengembang dan pengelola gedung mematok kurs menjadi Rp 5.000-Rp 7.500. Kalau sekarang, market sudah bisa menerima nilai tukar Dollar pada level Rp 9.000-Rp 10.000. Jadi, kalau memuncak ke angka Rp 11.000, saya rasa belum perlu dilakukan penyesuaian. Selama ini kan begitu hit Rp 12.500 lalu rupiah menguat lagi," jelas Hendra.
Kecuali, lanjutnya, Dollar meroket di atas Rp 12.500 dan berlangsung selama 6 bulan berturut-turut, maka akan terjadi penyesuaian. Kesimpulannya, melorotnya Rupiah tak terlalu mengkhawatirkan karena selama ini sudah berada pada kisaran Rp 9.500-Rp 10.000.
Properti akan terus aktif karena sudah terlalu lama mati suri sejak 1997, baru bangkit 2007. Lalu melambat karena krisis finansial global pada 2008 dan mulai heboh kembali tiga tahun terakhir.
Hal senada dikatakan Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus. Menurutnya, buruknya kinerja Rupiah tidak akan mengganggu sektor properti secara langsung.
"Properti semua segmen masih memperlihatkan pertumbuhan positif. Terutama perkantoran sewa di CBD Jakarta yang pada dua kuartal pertama 2013, mengalami akselerasi permintaan dan harga lebih cepat ketimbang periode yang sama tahun lalu. Semester kedua ini akan tumbuh 20 persen," ujar Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.