Adalah sebuah artikel di media online New Republic yang menguak rahasia kotor dari gedung Bank of America di New York. Kinerja bangunan ini memutarbalikkan puja puji ketika dibuka pada 2010. Saat itu, mencuat penilaian gedung setinggi 55 lantai ini memiliki urinal hemat air, dilengkapi pengendali cahaya lampu, sistem pengumpul air hujan, dan berbagai teknologi hijau lainnya sehingga layak diganjar sertifikat Platinum Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) dari Green Building Council Amerika Serikat.
Namun ternyata, itu hanya kepentingan pemasaran semata demi menarik minat para calon penyewa. Sebuah studi kota, lanjut artikel tersebut, justru mengungkapkan fakta bahwa gedung ini mengonsumsi energi per kaki persegi dua kali lebih banyak ketimbang bangunan konvensional macam Empire State Building. Bahkan bila dibandingkan gedung dengan penilaian LEED lebih rendah, Bank of America tetap merupakan penghambur energi terbesar.
Tentu saja, hal ini merupakan tamparan di tengah semua retorika tentang pembangunan berkelanjutan yang memanfaatkan kemajuan teknologi. Pasalnya, bangunan tinggi atau pencakar langit justru merupakan penyerap energi dan memancarkan sejumlah gas rumah kaca terbesar di dunia.Pengalaman Bank of America mengindikasikan betapa mudahnya predikat paling ramah lingkungan dirusak oleh sebuah kinerja buruk. Bagaimana tidak, sepertiga dari ruang sewa diisi oleh perusahaan keuangan besar. Ruang-ruang tersebut dirancang justru boros listrik; komputer dan layar monitor serta server dan sistem kerja yang membutuhkan pendingin ruangan merupakan perilaku tidak ramah lingkungan.
Insentif
"Plakat sertifikasi LEED harus dipasang dengan sekrup dibuka. Hanya, tidak ada insentif untuk berbuat lebih baik," kata konsultan energi, Henry Gifford.