Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Meikarta, Potret Rumitnya Perizinan di Indonesia

Kompas.com - 22/10/2018, 17:09 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terungkapnya kasus dugaan suap proyek Meikarta yang melibatkan sejumlah pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi, dan petinggi Lippo Group, menunjukkan betapa peliknya persoalan perizinan di Tanah Air.

Meikarta merupakan proyek raksasa yang dikembangkan Lippo Group melalui sayap bisnis propertinya, PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) di atas lahan seluas 500 hektar atau tepatnya 447 hektar.

Di dalamnya mencakup 100 bangunan tinggi meliputi 250.000 unit apartemen, hotel, perkantoran, pusat belanja, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas pendukung lainnya.

Baca juga: Kondisi Meikarta Terkini...

Lantas, bagaimana sebenarnya proses yang harus dilalui pengembang sebelum akhirnya dapat membangun sebuah kawasan hunian lengkap dengan fasilitasnya?

Pakar hukum pertanahan Universitas Indonesia Arie S Hutagalung mengungkapkan, sebelum sebuah kawasan dikembangkan sebagai pemukiman, harus diketahui peruntukkannya terlebih dahulu di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Balon raksasa berbentuk ikan paus di danau Meikarta Central Park, Sabtu (20/10/2018).Hilda B Alexander/Kompas.com Balon raksasa berbentuk ikan paus di danau Meikarta Central Park, Sabtu (20/10/2018).

Bila kawasan tersebut awalnya adalah daerah pertanian, maka di dalam RTRW harus diubah peruntukkannya sebagai daerah pemukiman.

"RTRW itu bisa diubah ya, misalnya dari hutan menjadi pembebasan hutan. Tapi yang jelas itu akan melibatkan DPRD. Kalau enggak sesuai RTRW, berarti sangat sulit untuk teruskan proyek itu," terang Arie kepada Kompas.com, Senin (22/10/2018).

Usulan perubahan biasanya diajukan pemerintah daerah (pemda) ke DPRD setempat untuk kemudian dibahas bersama.

Tak jarang sebelum usulan diajukan, sudah ada kerja sama antara pemda dengan pihak swasta, dalam hal ini pengembang untuk mengubah suatu kawasan.

Namun revisi RTRW itu bukanlah persoalan yang mudah. Bahkan, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang menyebut, ada serangkaian tahapan yang cukup kompleks dan harus dilalui.

Baca juga: Ridwan Kamil: Izin Meikarta Wewenang Pemkab Bekasi

"Meski peruntukkan bisa diubah, namun itu sangat rumit. Dan semua persyaratan harus dipenuhi, rekomendasi dari para pihak yang berkompeten juga harus dimiliki, belum lagi diuji oleh DPR," ucap Budi.

Kondisi taman dan danau buatan. Sebagian tak terawat, Sabtu (20/10/2018).Kompas.com/HILDA B ALEXANDER Kondisi taman dan danau buatan. Sebagian tak terawat, Sabtu (20/10/2018).

Setelah urusan RTRW selesai, barulah pemda dapat mengeluarkan izin lokasi. Dalam hal ini, LPCK sebelumnya telah mengajukan izin pengembangan kawasan Meikarta seluas 447 hektar ke Pemkab Bekasi.

Namun, Pemkab Bekasi hanya mengusulkan pengembangan kawasan seluas 143 hektar ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Ketika masih dipimpin Ahmad Heryawan, Pemprov Jawa Barat akhirnya menerbitkan rekomendasi terhadap area seluas 84,3 hektar karena dinilai sesuai RTRW.

Sementara, 363 hektar lainnya tidak sesuai peruntukkan dan RTRW Kabupaten Bekasi, karena berada di zona Lahan Peruntukkan Industri (LPI).

Baca juga: 29 IMB Meikarta Belum Disahkan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com