JAKARTA, KOMPAS.com - Empat tahun kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla telah melegalisasi 13,8 juta bidang tanah atau tepatnya 13.792.6875 bidang tanah di seluruh Indonesia.
Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menuturkan, tahun ini tanah yang sudah bersertifikat hingga Oktober seluas 6.192.875 bidang dari target total 7 juta bidang.
"Sementara selama tiga tahun terakhir seluas 7,6 juta bidang. Jadi dalam empat tahun terakhir sudah 13,8 juta bidang. Tahun depan kami targetkan 9 juta bidang. Sampai akhir pemerintahan Jokowi bakal seluas 23 juta bidang yang bersertifikat," jelas Sofyan, di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Sofyan menambahkan, secara keseluruhan, tanah yang tercatat di BPN seluas 126 juta bidang. Dari total itu, yang sudah legal hingga akhir Oktober 2018 seluas 57.192.875 bidang.
Baca juga: Pemerintah Permudah Pembuatan Sertifikat Tanah Korban Gempa
"Tahun 2018 target 7 juta bidang. Ini berarti masih ada 68 juta bidang lagi yang harus disertifikasi. Ini yang akan kami kejar, mudah-mudahan bisa selesai sampai 2025," harap Sofyan.
Sertifikasi lahan merupakan salah satu komitmen Pemerintah dalam menata persoalan agraria. Sertifikat tanah selama ini dinilai masyarakat sulit, lama, dan mahal untuk mendapatkannya.
Oleh karena itu, Pemerintah melakukan percepatan sertipikasi tanah di seluruh Indonesia melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Keseriusan pemerintah melaksanaan penataan agraria ditegaskan dengan ditandatanginya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria pada 24 September 2018 lalu.
Terbitnya peraturan ini merupakan wujud Pemerintah untuk menjamin pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Reforma Agraria dimaknai sebagai penataan aset (asset reform) dan penataan akses (access reform). Penataan aset dalam hal ini adalah pada pemberian tanda bukti kepemilikan atas tanahnya (sertifikasi hak atas tanah).
Sedangkan penataan akses adalah penyediaan dukungan atau sarana-prasarana dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dukungan pasar, permodalan, teknologi, dan pendampingan lainnya sehingga subyek Reforma Agraria dapat mengembangkan kapasitasnya.
Selama ini ada masyarakat yang tinggal di daerah kampung, tapi tidak bisa diberikan hak apapun karena masih dalam kawasan hutan.
Presiden memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengeluarkan dari Kawasan hutan. KLHK telah memberikan kepada Kementerian ATR/BPN lebih dari 994.000 hektar kawasan hutan untuk bisa diberikan kepada masyarakat.
"Kemudian untuk tanah telantar dan transmigrasi yang selama ini belum bersertipikat akan disertifikatkan, dan hak guna usaha (HGU) yang ditelantarkan kita ambil alih dan dibagikan kepada masyarakat,” papar Sofyan.
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN M Ikhsan menambahkan lahirnya Perpres Nomor 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, sejalan dengan pelepasan 994.000 hektar Kawasan hutan yang nantinya akan dilakukan redistribusi tanah.