JAKARTA, KOMPAS.com - Berkelas dan berbudaya tinggi. Itulah Stasiun Tokyo yang kini menjadi salah satu stasiun besar di Jepang. Gambaran itulah yang akan diterapkan di Stasiun Kota pada proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta Fase 2.
Keinginan menjadikan Stasiun Kota dengan "Tokyo Style" itu berasal dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno ketika bertandang ke Jepang bersama Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar beberapa waktu lalu.
Baca juga : Akhir 2018, Pembangunan MRT Jakarta Fase 2 Dimulai
"Beliau tertarik sekali bagaimana Stasiun Tokyo," kata William dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Dilansir dari Japanvisitor.com, Stasiun Tokyo dibangun pada 1914 atau masa Perang Dunia I dimulai. Desain bangunannya mengaplikasikan desain Stasiun Centraal Amsterdam di Belanda yang dibuka pada 1889.
Stasiun Tokyo sempat mengalami kerusakan parah selama masa Perang Dunia II. Namun, Pemerintah Jepang memutuskan untuk merenovasinya dan baru rampung pada 2012.
Baca juga : Ada Perubahan Stasiun untuk MRT Jakarta Fase 2
Kini, bentuk bangunan Stasiun Tokyo kembali seperti bangunan masa awal stasiun ini dibangun.
Meski kental dengan nilai sejarah, William mengatakan, balutan modern tidak bisa terlepas dari keberadaan stasiun ini.
"Stasiun itu pernah hancur dan direhabilitasi lagi dan kini punya nilai budaya dan sejarah yang tinggi. Karena ada interaksi antara budaya sejarah dan bangunan modern di sekelilingnya," sambung William.
Adapun Stasiun Kota MRT Jakarta nantinya berada di bawah median jalan di Jalan Pintu Besar, Tamansari, Jakarta Barat. Lokasi ini sedikit bergeser dari rencana awal yaitu diantara Stasiun KAI Kota dan Gedung BNI.
Baca juga : Dua Kereta MRT Tiba 26 Maret
Itu artinya, Stasiun Kota MRT dekat dengan situs bersejarah Kota Tua Jakarta yang dibangun pada era kolonialisme Belanda.
William mengatakan, perlu dilakukan kajian mendalam atas rencana pembangunan stasiun ini. Hal ini guna tidak menghilangkan aspek kebudayaan pada stasiun dan Kota Tua itu sendiri.
"Ini pekerjaan yang komprehesivitasnya tinggi. Memastikan bagaiman bangunan cagar budaya tetap ada. Bagaimana pengembangan Kota Tua, tapi di sekitarnya dibangun pengembangan kota berbasis budaya. Itu perlu sebuah kebijakan," pungkas William.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.