Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Harun Alrasyid Lubis
Ketua Umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII)

Harun berpengalaman sebagai profesional di bidang akademik, kegiatan penelitian, dan konsultasi selama tiga puluh tahun. Tercatat pernah bekerja sebagai konsultan di PT LAPI ITB, dan perusahaan milik negara, Asian Development Bank (ADB), INDII dan Bank Dunia di bidang kebijakan, dan perencanaan transportasi, operasi, keuangan dan institusi, mencakup transportasi perkotaan dan nasional.

Selain dosen di ITB, Harun menjabat ketua umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII), dan Infrastructure Partnership and Knowledge Center (IPKC)

Satu Dekade UU Perkeretaapian, Empat Mandat Demi Modernisasi

Kompas.com - 03/12/2017, 15:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander
Sepuluh tahun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sudah berlalu, saatnya mengevaluasi pencapaian mandat yang terkandung di dalam dokumen kebijakan ini.
 
Pemerintah dan badan usaha dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI dan calon operator serta penyedia jasa lain memiliki peran dan tugas masing-masing untuk kemajuan perkeretaapian di Tanah Air.
 
Sayangnya, di antara kedua belah pihak tersebut tidak ada pihak ketiga yang berperan sebagai  wasit atau semacam wadah untuk resolusi permasalahan. Dengan berjalannya waktu banyak isu cross cutting yang mengandung konflik kepentingan tertunda, diselesaikan dan kini semua menjadi bom waktu.
 
Ibarat naik perahu pemerintah harusnya berfungsi sebagai nahkoda yang memegang stir (steering), dan di belakangnya ada badan-badan usaha (KAI dan swasta) yang mengayuh. Itulah amanah UU Perkeretaapian yakni ingin memisahkan peran dan fungsi regulasi (pemerintah) serta fungsi operasional yang dilaksanakan penyedia jasa (operator).
 
Rencana induk perkeretaapian kini juga sudah enam tahun berlalu. Salah satu yang paling krusial adalah masalah pemilikan dan penggunaan prasarana Barang Milik Negara (BMN) yang diserahkan pengelolaannya sementara kepada KAI, karena belum ada pilihan operator lain.
 
Sejumlah warga mengabadikam moment jalan raya porong yang terendam banjir di atas tanggul lumupr lapindo Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (28/11/2017). Banjir yang membuat Jalan Raya Porong serta Rel Kereta Api Jalur Timur lumpuh itu, meluas dan naik dari ketinggian 55 cm menjadi 86 cm di atas permukaan rel.ANTARA FOTO/UMARUL FARUQ Sejumlah warga mengabadikam moment jalan raya porong yang terendam banjir di atas tanggul lumupr lapindo Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (28/11/2017). Banjir yang membuat Jalan Raya Porong serta Rel Kereta Api Jalur Timur lumpuh itu, meluas dan naik dari ketinggian 55 cm menjadi 86 cm di atas permukaan rel.
Pemerintah seyogianya harus memiliki agenda serius agar lahir operator-operator baru perkeretaapian, berupa Badan Usaha Prasarana dan atau Badan Usaha Sarana juga ragam penyedia jasa lainnya.
 
Semua ini demi mencapai efisiensi pasar lewat persaingan terbuka, dengan harapan pengguna membayar dengan harga yang tepat, tidak berlebihan (kemahalan) sebanding dengan tingkat pelayanan KA yang disajikan. 
 
Amanat UU 23 tahun 2007 yang tertera dalam pasal peralihan yakni pasal 214 di dalamnya terkandung 4 (empat) mandat krusial kalau perkeretaapian masih ingin dimodernisasi ke depan, berikut uraiannya: 
 
1. Melakukan audit secara menyeluruh terhadap KAI
 
Salah satu audit terpenting adalah audit keselamatan, audit alat-alat produksi untuk memastikan KAI fit, sehat untuk menjalankan tugas selanjutnya. Ibarat pasien sekarat, KAI masuk ruang ICU untuk didiagnosa dan disehatkan.
 
Kepadatan Tol Cikampek - Suasana kepadatan arus lalu lintas jalan tol Cikampek di kawasan Bekasi Barat, Jawa Barat, Senin (17/7/2017). Keberlangsungan tiga proyek sekaligus di ruas tol tersebut, yaitu proyek LRT, pengembangan tol susun Cikampek dan kereta cepat mengakibatkan arus lalu lintas semakin padat. Masyarakat pengguna tol Cikampek dihimbau untuk menggunakan transportasi umum atau menggunakan jalan arteri sebagai jalur alternatif agar tidak terjebak dalam kemacetan.KOMPAS/RIZA FATHONI Kepadatan Tol Cikampek - Suasana kepadatan arus lalu lintas jalan tol Cikampek di kawasan Bekasi Barat, Jawa Barat, Senin (17/7/2017). Keberlangsungan tiga proyek sekaligus di ruas tol tersebut, yaitu proyek LRT, pengembangan tol susun Cikampek dan kereta cepat mengakibatkan arus lalu lintas semakin padat. Masyarakat pengguna tol Cikampek dihimbau untuk menggunakan transportasi umum atau menggunakan jalan arteri sebagai jalur alternatif agar tidak terjebak dalam kemacetan.
Empat tahun setelah terbitnya UU no 23 tahun 2007 bertepatan dengan jatuh temponya pasal peralihan ini pada tahun 2011, KAI tetap diberi penugasan untuk mengoperasikan dan memelihara prasarana, namun tanpa kontrak yang ketat dan jelas.
 
Penugasan ini menuntut adanya evaluasi dan laporan tahunan dari Direktorat Jenderal  Perkeretaapian (DJKA). 
 
Namun, karena duplikasi tugas masih terjadi antara Pemerintah (DJKA) dan KAI, kewajiban pemeliharaan aset BMN ini dilakukan oleh kedua belah pihak, tanpa target dan pembagian tugas yang jelas untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal.
 
Yang terjadi justru ambiguitas sehingga banyak menimbulkan persepsi sepihak, seperti KAI mengklaim Pemerintah tidak memenuhi anggaran infrastructure maintenance & operation (IMO) yang berkecukupan untuk melaksanakan titipan tugas ini, sehingga KAI turut menombok demi pelayanan dan produksi tidak berhenti.
 
Pemerintah pun tidak pernah menunjuk operator lain, misal kontraktor lain untuk memelihara aset prasarana milik negara. Belum lagi masalah sarana kereta uzur milik KAI yang masuk usia di atas 30 tahun.
 
Kereta api Jakarta-Bandung saat melintasi jalur rel kereta api yang ambles dan bahu jalannya bergeser satu meter, di Kampung Cisuren, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Minggu (12/3/2017). Tribun Jabar/Mega Nugraha Kereta api Jakarta-Bandung saat melintasi jalur rel kereta api yang ambles dan bahu jalannya bergeser satu meter, di Kampung Cisuren, Desa Mekargalih, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Minggu (12/3/2017).
Semua  agenda audit total ini sampai sekarang masih menyisakan tanda tanya besar apakah aset perkeretaapian benar-benar fit dan sehat untuk dioperasikan, apalagi yang terkait dengan signaling dan rolling stock (sarana).
 
2. Melakukan inventarisasi aset prasana dan sarana KAI
 
Salah satu contoh masalah yang tidak kunjung tuntas adalah dispute lebar Right of Way (ROW) atau daerah milik jalan rel yang berupa barang milik negara. Hingga kini kesimpangsiuran tentang lebar ROW masih berlanjut.
 
Bahasan sejak awal menyebutkan 6 meter dari sumbu jalur, sementara pemerintah menginginkan 12 meter. Sebaiknya permasalahan lebar total ROW antara 12 meter atau 24 meter, harus segera dituntaskan.
 
Semakin lebar RoW berarti semakin banyak area yang dikuasai dan dimiliki pemerintah, yang mungkin bisa dianggap sebagai sumber Peneriaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebenarnya ini menjadi hal yang bagus, namun pada lokasi tertentu, lebar 24 meter bisa melampaui area stasiun milik KAI.
 
Stasiun kereta api terletak di Jalan Kornel Singawinata No 1 Purwakarta. Stasiun ini dibangun tahun 1902 bersamaan dengan pembangunan jalur baru KA dari Batavia (Jakarta)-Bandung. Jalur baru ini melewati Cikampek-Purwakarta.RENI SUSANTI/KOMPAS.com Stasiun kereta api terletak di Jalan Kornel Singawinata No 1 Purwakarta. Stasiun ini dibangun tahun 1902 bersamaan dengan pembangunan jalur baru KA dari Batavia (Jakarta)-Bandung. Jalur baru ini melewati Cikampek-Purwakarta.
Dengan bertambahnya aset seperti kereta bandara dan LRT di beberapa lokasi, kejelasan pemilikan aset serta kontrak operasi dan pemeliharaan prasarana antara pemerintah dan operator harus diatur secara terang benderang agar tidak terulang ambiguitas peran pengaturan  pemerintah  dan operasional (operator) pada kemudian hari.  
 
3. Menegaskan status kewajiban pelayanan publik Public Service Obligation (PSO) dan kewajiban masa lalu penyelenggaraan program pensiun pegawai KAI eks pegawai Negeri Sipil PJK dan Departemen Perhubungan (Past Service Liability).
  
4. Membuat neraca awal KAI
 
Agenda Ini belum selesai dan semakin tak jelas, karena ide awalnya KAI mau didudukkan sebagai operator saja. Kalau di jalan tol ibarat PT Jasa Marga (persero) Tbk, hanya sebagai operator tol, badan regulatornya Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), yang bertanggung Jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
 
Ilustrasi rupiah. Thinkstock Ilustrasi rupiah.
Namun jika kembali pada amanat UU Nomor 23 Tahun 2007, dengan konsep multi operator yang ingin diusung, pemerintah bisa mengajak dan memberikan kesempatan bagi Pemda (BUMD) dan entitas swasta.
 
Selain KAI, mereka dapat mengoperasikan kereta di atas rel yang telah ada atau, bahkan terbuka kesempatan untuk membangun rel baru.
 
Idenya adalah pemisahan peran pemerintah sebagai regulator yang memegang kendali, dan yang mengayuh boleh badan usaha lain yang kompeten, atau multioperator.
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com