JAKARTA, KompasProperti - Pemerintah tengah gencar menata kota, salah di antaranya dengan menyediakan hunian terintegrasi moda angkutan umum, atau Transit Oriented Development (TOD).
Di Jakarta, terhitung ada lima stasiun yang tengah dikembangkan hunian TOD, yaitu Stasiun Tanjung Barat, Stasiun Pondok Cina, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Juanda, dan Stasiun Tanah Abang.
Hunian TOD terbagi menjadi dua peruntukan yakni subsidi untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dan komersial.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno saat meresmikan proyek TOD Pasar Senen, Selasa (10/10/2017), meminta agar hunian tipe subsidi dibanderol Rp 7 juta per meter persegi.
Kisaran harga ini mengacu rusun di TOD Pondok Cina yang juga dihargai Rp 7 juta per meter persegi. Satu unit rusun paling minimalis di sana luasnya 32 meter persegi.
Baca: Rini Minta Semua Hunian TOD Dibanderol Rp 7 Juta Per Meter Persegi
Dengan demikian dapat ditaksir kisaran harga rusun di TOD Pasar Senen senilai Rp 224 juta. Nah, soal harga ini bagaimana tanggapan masyarakat? Apakah cukup terjangkau?
Farid Fatahillah (29), seorang karyawan yang bekerja di sektor industri kreatif berpendapat, harga Rp 7 juta per meter persegi di tengah kota Jakarta mestinya tidak terlalu berat, bahkan bagi MBR.
Meski begitu, dia memperhitungkan, sebaiknya tenor kredit pemilikan apartemen (KPA)-nya lebih lama, sehingga tidak menjadi beban.
"Kalau menurut aku sih enggak kemahalan segitu. Toh hemat di ongkos transportasi. Tetapi, tergantung daerah mana dulu. Kalau Parung Panjang atau Cilebut ya mending rumah tapak sekalian," kata Farid kepada KompasProperti, Rabu (11/10/2017).
"Kalau di daerah kelima stasiun itu, ya harga segitu worth it-lah," imbuh pria asal Sidoarjo itu.
Senada dengan Farid, Fatah Umar (30) juga menilai rusun seharga Rp 7 juta per meter persegi di tengah kota, cukup murah. Asalkan, tenornya bisa panjang dan bunganya rendah.
Syukur-syukur kalau tanpa bunga. "Harga Jakarta, ya logis. Apartemen 21 meter persegi saja sudah di atas Rp 400 juta," kata abdi negara tersebut.
Pendapat lain dilontarkan Silviliana Handestaningtyas (27), yang kini bersama suaminya lebih memilih menepi ke kota Depok.
Kendati mengakui harga rusunnya terjangkau, namun Silviliana lebih memilih menghuni rumah tapak. Menurut perempuan asal Klaten itu, hunian seperti rusun atau apartemen memiliki risiko lebih tinggi.
"Risikonya lebih gede saja. Tidak kenal tetangga. Terus kayak apartemen yang kebakaran di Cinere kemarin, biaya keamanan dan lain-lain gede banget. Belum biaya lain-lain," ucap Silviliana.
"Kan banyak tuh pembunuhan di apartemen, transaksi narkoba, dan lain-lain. Maksudku lebih milih rumah biasa, bukan gedung," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.