Hajat besar para pemangku kepentingan pembangunan perkotaan dan pemukiman di selenggarakan di kota Surabaya, pekan ini. Persiapan menjelang Habitat 3 di Quito Oktober nanti, menempatkan Surabaya dan kota-kota Indonesia pada posisi penting dalam diskursus dunia.
Apa yang kita cari di sebuah kota?
Kota adalah bauran cinta dan angan untuk menggapai dunia. Kota adalah cita-cita menggelora untuk aktualisasi diri. Kota adalah energi yang tersimpan dalam relung-relung sentimentil dengan musik latar ala masa muda kita.
Bagi saya, alunan Queen dalam "Spread Your Wings" selalu selalu terngiang kala menapak lorong pasar Cihapit di Bandung.
Ya, dari kota ini, saya akan kumpulkan asa untuk terbang, mengepak dan pergi menjelajah dunia!
Kita tertambat dalam ruang yang terbangun atas rona-rona warna asal usul, suku bangsa dan perangai yang tumpah ruah dalam sapuan kuas di atas kanvas tua. Kota pun menyajikan beragam citarasa yang tersaji di meja-meja makan.
Bagi saya dan mungkin sebagian besar Anda, mengapresiasi kota kita adalah sama dengan menikmati roman dan satire kehidupan yang berkejaran seperti komidi putar, galak sekaligus bergairah.
Dia melankolis sekaligus kasar. Sedih, namun menyenangkan pada saat yang sama. Kita tersenyum, tertawa, menangis, meludah, menyapu dan membersihkan got. Kita jatuh cinta, patah hati, bangkit, sampai merajut keluarga meneruskan tugas mulia homo sapiens untuk beranak pinak guna menjaga kelestarian planet ini.
Entah sedang menelusuri jalan Dago yang romantis di kota Bandung, atau menelusuri Rhine di Cologne. Dari Vienna ke San Francisco. Bersepeda di Kopenhagen atau menelusuri lorong-lorong Bangkok, pojok Milan dan Salzburg, atau bersepatu roda sepanjang Promenade des Anglais di Nice.
Jejak kita jelas, dan nasib kota sangat bergantung bagaimana menjadikan kota kita beradab, kompetitif dan manusiawi sekaligus.
Maka ketika para politisi, perencana dan wali kota, mencederai janji profesi dan berkelana acuh terhadap kotanya, kita semua menjadi korban. Ketika politik pencintraan, penggusuran, marginalisasi rakyat kecil, kolusi pemutihan guna lahan dan ijon Koefisien Lantai Bangunan (KLB), telah menjadi menu utama, maka rusaklah hakikat kota kita.
Pada saat yang sama, tanpa kita undang, ledakan peradaban pada gilirannya akan menentukan percepatan ke mana arah kota di masa depan. Kita pun sudah melihat beragam fenomena teknologi ubiquitous dan services on demand, real time response system maupun augmented reality games yang mulai merangsek ke ruang-ruang publik dan privat.
Indonesia menjadi perhatian dunia karena posisinya yang unik sebagai Negara dengan penduduk 250 juta, berada tepat di khatulistiwa, dengan 17,000 pulau tepat di ring of fire. Daya dukung, ketahanan terhadap bencana, perubahan iklim dan urbanisasi menjadi tantangan sehari-hari.
Para wali kota, perencana, politisi dan presiden, sangat mudah tertambat pada cerita roman kota yang mengharu biru. Namun seyogyanya, ada kerja berat menunggu kita, karena anak-pinak menunggu nun jauh di depan. Mereka berhak untuk kehidupan yang lebih baik, aman, dan manusiawi sesuai kodratnya untuk sejahtera.
City is not an augmented reality. It is reality in a true sense....
Selamat berkolaborasi dan bekerja dalam PrepCom Habitat 3 untuk masa depan kota-kota kita bersama. Selamat datang di Surabaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.