Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegelisahan Hati Mereka yang Akan Digusur...

Kompas.com - 08/09/2015, 11:30 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gestur lelaki ini tak lagi cergas seperti awal tahun 1970-an saat mendaftarkan diri menjadi taruna muda TNI Angkatan Darat (AD) di Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan. Meski demikian, ingatannya setajam parang warisan sang ayah, Argaya, yang merupakan bintara TNI AD berpangkat sersan dua.

M Yusuf, lelaki 55 tahun itu yang juga Ketua RT 07/14 mengingat masa-masa mudanya di Kampung Kebon Sayur, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Menurut dia, kampung halamannya pada empat dekade silam masih hijau royo-royo, berupa kebun yang ditanami berbagai macam sayuran. 

Untuk mengairi kebun sayur itu, warga kampung menjadikan Kali Ciliwung sebagai sumber utamanya. Selain untuk mengairi kebun, juga keperluan masak, minum, mandi, cuci, dan kakus (MCK). 

"Kali Ciliwung adalah sumber penghidupan, sumber pengharapan, dan juga masa depan kami," tutur Yusuf saat ditemui Kompas.com, Sabtu lalu (29/8/2015).

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Bangunan rumah susun Cipinang Besar, Jalan Kebon Nanas, Jakarta Timur, Kamis (27/8/2015). Rusun ini direncanakan menjadi tempat relokasi warga Bukit Duri yang digusur karena proyek normalisasi Kali Ciliwung.
Saat itu, kata Yusuf, Kali Ciliwung tidaklah sesempit sekarang. Diameter Kali Ciliwung selebar lapangan Monas, bisa menampung dua buah kapal berlambung datar (tongkang) muatan barang. Airnya pun terbilang masih jernih dibandingkan kondisi aktual yang kotor, berlumpur, dan penuh sampah.

"Saya sering mandi di kali sepulang sekolah di STM Mesin Kalibata sana. Saya masih bisa melihat dengan jelas berbagai jenis ikan. Ikan sapu-sapu paling banyak di sini," imbuh kakek tiga orang cucu ini.

Seiring zaman berganti, dan pesatnya pembangunan, Kampung Kebon Sayur pun dipadati para migran urban dari berbagai daerah. Ada Batak, Sunda, Jawa, Ambon, Aceh, Papua, hingga Tionghoa yang memang menurut memori sejarah versi Yusuf adalah kalangan yang memiliki tanah dengan luas mayoritas. 

Yusuf mengklaim dirinya adalah pemilik sah tanah, dan bangunan yang ditempatinya sejak masih belia hingga membidani kelahiran generasi ketiga. Kepemilikan tersebut kemudian dilegalkan dalam bentuk Surat Perjanjian Jual Beli Rumah, Bangunan, Berikut Penyerahan Tanah Hak Negara yang tercatat di Kelurahan Bidaracina. 

Dalam surat perjanjian jual beli tersebut, sang ayah, Argaya menyepakati untuk menyerahkan rumah dengan luas bangunan sembilan kali lima meter (45 meter persegi), berikut tanah seluas limabelas kali tujuh meter (105 meter persegi). Atas penyerahan tanah dan bangunan tersebut, Yusuf menyerahkan imbal beli senilai Rp 5 juta. Jual beli tanah, dan bangunan tersebut disepakati pada 15 Februari 1992.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Pekerja membersihkan rumah susun Cipinang Besar, Jalan Kebon Nanas, Jakarta Timur, Kamis (27/8/2015). Rusun ini direncanakan menjadi tempat relokasi warga Bukit Duri yang digusur karena proyek normalisasi Kali Ciliwung.
17 Agustusan terakhir

"Jadi ketika kemudian Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) akan menggusur kami, tidak boleh asal menggusur. Kami penduduk sah di sini. Kami bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 300.000 per tahun. Kami juga bayar listrik," tambah Yusuf seraya menyeruput kopi susu yang disuguhkan istrinya, siang itu.

Tatapannya kemudian menerawang. Sesaat dia berpaling, memandang Kali Ciliwung yang nyaris tak berarus. Dia mengatakan, pihaknya dan warga lainnya yang bakal bernasib sama bakal mengalami penggusuran untuk kepentingan Normalisasi, dan Inlet Sodetan Kali Ciliwung, tidak menolak direlokasi.

Karena itu, penataan Kampung Kebon Sayur yang sering dilanda banjir hingga mencapai ketinggian dua meter, dia dukung sepenuhnya. Setiap ada sosialisasi mengenai penggusuran, dia antusias mengikutinya. Demikian halnya saat petugas kelurahan melakukan pengukuran area yang akan digusur, Yusuf pun dengan suka hati menemani petugas tersebut.

"Repotnya minta ampun kalau sudah banjir. Ini jendela rumah sengaja tidak saya pasangi kaca lagi. Barang-barang di loteng juga tidak saya turunkan lagi. Karena kalau sudah banjir, capeknya nggak ketulungan," papar Yusuf.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Bangunan rumah susun Cipinang Besar, Jalan Kebon Nanas, Jakarta Timur, Kamis (27/8/2015). Rusun ini direncanakan menjadi tempat relokasi warga Bukit Duri yang digusur karena proyek normalisasi Kali Ciliwung.
Namun demikian, kata Yusuf, Ahok harus memperhatikan kebutuhan warga yang akan digusur. Karena pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang bukan merupakan habitatnya pasti memerlukan berbagai penyesuaian.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com