"Jika tidak diperjelas dan dipertegas lagi, dalam tataran implementasinya nanti akan sama saja dengan atura lama. Tidak akan berjalan maksimal," ujar Ignesz menjawab pertanyaan Kompas.com, di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Ignesz memaparkan, tujuh usulan tersebut adalah pertama Hak Pakai (HP) harus diakui perbankan sebagai jaminan setara dengan Hak Guna Bangunan (HGB). (Baca: Akhirnya Orang Asing Diizinkan Miliki Hunian di Indonesia)
Untuk penetapan status HP sebagai penguatnya harus mendapat jaminan pinjaman dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kedua, bilamana memungkinkan, jangka waktu kepemilikan dapat diperpanjang dimuka sehingga ada kepastian.
Ketiga, izin tinggal diurus setelah transaksi properti terjadi. "Tentu saja hal ini harus diatur lagi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)," tambah Ignesz.
Oleh karena itu, diperlukan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham tentang penyederhanaan proses izin tinggal dan dapat dilakukan setelah proses transaksi properti.
Keempat, batas harga minimal properti yang bisa dibeli orang asing Rp 3 miliar untuk rumah tapak, dan Rp 5 miliar untuk apartemen.
Selain itu, setiap regulasi yang mengatur ketentuan harga harus memperhatikan daya beli dan tingkat harga di tiap-tiap daerah.
"Tiap daerah memiliki tingkat harga yang berbeda. Terdapat juga faktor alat hitung kenaikan otomatis mengingat harga adalah hal yang bergerak," cetus Ignesz.
Kelima, jumlah pembelian unit properti oleh orang asing. Keenam, rumah tapak yang dibeli orang asing ditetapkan degan status HP.
Ketujuh, karena regulasi kepemilikan properti oleh orang asing ini masih baru, diperlukan terobosan sosialisasi kesetaraan HP, HGB, dan hak milik.