Hingga 2018 mendatang, Tiongkok bakal menambah koleksi pencakar langit sebanyak 154 gedung. Jauh mengungguli Amerika Serikat yang hanya sanggup membangun 23 gedung, dan Uni Emirat Arab 10 gedung. Sekitar 10 persen sampai 40 persen di antara gedung-gedung ini merupakan perkantoran premium.
Kehadiran gedung-gedung jangkung tersebut dipandang sebagai simbol sukses perekonomian, khususnya keuangan. Sejumlah kota terus mengejar ketinggalannya dengan membangun pencakar langit guna merepoisisi ekonomi mereka dan berambisi menjadi pusat keuangan Tiongkok.
Fenomena tersebut terus berlangsung hingga saat ini. Pasalnya, di Asia, perusahaan yang bergerak di sektor keuangan dan jasa perbankan memilih menyewa gedung perkantoran supertinggi terutama karena manfaat yang diberikan seperti citra positif, branding, kualitas bangunan dan lokasi premium.
Perusahaan yang bergerak di sektor keuangan merupakan penyewa utama gedung perkantoran supertinggi di seluruh dunia. Mereka mengokupasi sekitar 55 persen dari total ruang yang ditempati. Layanan bisnis dan perusahaan hukum adalah pengguna utama lainnya, dengan jumlah 16 persen dari total ruang yang ditempati. Sementara teknologi dan komunikasi menempati 11 persen.
Pipa pembangunan gedung perkantoran tinggi di pasar negara berkembang di Asia tumbuh signifikan. Bahkan, pembangunan pencakar langit di beberapa kota lapis kedua Tiongkok mencapai hampir 47 persen dari total pasokan baru yang direncanakan akan selesai di seluruh dunia dalam lima tahun ke depan.