JAKARTA, KOMPAS.com - Anda yang ingin mengajukan permohonan sita sertifikat tanah perlu mengetahui syarat dan alur yang benar.
Hal ini diperlukan agar tidak terajadi kesalahan yang nantinya justru merepotkan Anda dalam menjalankan prosedur tersebut.
Sebagaimana diketahui, pencatatan sita adalah tindakan administrasi Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk untuk mencatat adanya sita dari lembaga peradilan, penyidik atau instansi yang berwenang lainnya.
Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Blokir dan Sita.
Dalam aturan itu juga disebutkan, pencatatan sita sebagaimana dimaksud diajukan paling banyak 1 kali oleh 1 pemohon pada 1 objek tanah yang sama.
Baca juga: Apa Itu Sita Tanah? Simak Definisi, Obyek, hingga Jangka Waktunya
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis mengungkapkan hal ini kepada Kompas.com, Rabu (30/7/2025).
"Yang menyita itu Aparat Penegak Hukum (APH) atau pengadilan. BPN tidak punya kewenangan sita, hanya mencatat sita itu," jelas Harison.
Nantinya, keterangan sita atas tanah tersebut juga tercatat dalam sistem BPN.
Sebelum mengetahui syarat dan tata cara permohonan sita tanah, ada baiknya Anda memahami macam-macam pencatatan sita sebagai berikut:
Pencatatan Sita meliputi perkara, pidana, dan sita berdasarkan surat paksa.
Pencatatan sita perkara sebagaimana dimaksud dilakukan terhadap hak atas tanah yang sedang menjadi obyek perkara di pengadilan.
Lalu, pencatatan sita pidana dilakukan dalam rangka penyidikan.
Sementara pencatatan sita berdasarkan surat paksa merupakan hak atas tanah yang menjadi obyek utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Permohonan pencatatan Sita Perkara, diajukan oleh juru sita pengadilan atau pihak yang berkepentingan meliputi penggugat atau tergugat, untuk kepentingan penyelesaian perkara di pengadilan.
Permohonan pencatatan sita perkara dilengkapi dengan melampirkan: