Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Mudah Bikin Sertifikat Tanah Elektronik, Aman dari Mafia Tanah

Kompas.com - 04/05/2025, 19:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah memperkenalkan sertifikat tanah elektronik berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021.

Permen ini merupakan bagian dari transformasi digital untuk meningkatkan keamanan kepemilikan tanah dan mengurangi praktik mafia tanah.

Dengan teknologi digital dan sistem penyimpanan berlapis, sertifikat ini menawarkan perlindungan hukum yang lebih kuat.

Hingga 2025, Kementerian ATR/BPN menargetkan 120 juta sertifikat elektronik terbit.

Baca juga: Nusron Laporkan Mafia Tanah yang Tipu Mbah Tupon ke Polisi

Sertifikat tanah elektronik adalah dokumen digital kepemilikan tanah yang menggantikan sertifikat fisik (kertas) dengan format PDF yang dilengkapi tanda tangan elektronik dan disimpan dalam sistem blockchain ATR/BPN.

Sertifikat ini memiliki kekuatan hukum sama dengan sertifikat fisik, sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Keunggulannya meliputi keamanan yang tinggi karena dapat mencegah pemalsuan dan duplikasi.

Proses pengajuan dan verifikasi lebih cepat melalui aplikasi Sentuh Tanahku, data tersimpan di Pusat Data Nasional (PDN) dan sistem Kementerian ATR/BPN, sehingga mengurangi risiko kehilangan.

Selain itu, diklaim anti mafia tanah, karena ransparansi data mengurangi manipulasi oleh oknum.

Sertifikat elektronik diterapkan bertahap di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Banyuwangi, dengan rencana ekspansi ke seluruh Indonesia.

Syarat Mengajukan Sertifikat Tanah Elektronik

Untuk mengajukan sertifikat tanah elektronik, Anda harus memenuhi syarat berikut, baik untuk konversi sertifikat fisik maupun penerbitan baru:

  • Warga Negara Indonesia (WNI), usia minimal 17 tahun atau sudah menikah.
  • Pemilik tanah yang sah (individu, badan hukum, atau waris).
  • Tidak sedang dalam sengketa hukum atas tanah tersebut.
  • Tanah memiliki Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan (HGB), atau Hak Pakai.
  • Tanah terdaftar di Kantor Pertanahan (BPN) setempat.
  • Sertifikat fisik asli masih berlaku (tidak hilang atau rusak).
  • Untuk penerbitan baru: Tanah belum bersertifikat, misalnya melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
  • Identitas: KTP, Kartu Keluarga (KK), surat nikah (jika berpasangan).
  • Sertifikat fisik asli (untuk konversi), akta jual beli, surat waris, atau surat keterangan dari lurah/camat (untuk tanah belum bersertifikat).
  • PBB terakhir, surat ukur tanah, atau denah lokasi.
  • NPWP (jika diperlukan untuk PPh), surat kuasa (jika diwakilkan).

Akses Digital:

  • Email aktif untuk menerima sertifikat elektronik dalam format PDF.
  • Aplikasi Sentuh Tanahku (opsional, untuk cek status dan verifikasi).

Sertifikat kertas tidak wajib dikonversi kecuali ada transaksi (jual beli, balik nama, atau hipotek).  Demikian halnya jika sertifikat rusak, dan hilang.

Tidak ada biaya konversi sertifikat fisik ke elektronik, kecuali untuk penerbitan baru atau biaya tambahan (misalnya, pengukuran).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau