Marmer adalah bahan alami yang dipanen langsung dari perut bumi. Marmer dapat didaur ulang dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan di akhir masa pakainya.
Kekurangan Lantai Marmer di Dapur
Berikut beberapa kerugian penggunaan lantai marmer di area dapur.
Marmer adalah salah satu bahan penutup lantai yang memiliki harga tinggi di pasaran. Rata-rata harga marmer ukuran 60x60 cm saja mencapai Rp 600.000.
Terlebih jika Anda ingin membeli marmer dengan motif khusus, ubin yang lebih besar, lempengan, dan ukuran non-standar, harganya bisa lebih tinggi.
Marmer adalah batu yang relatif lunak, dan ubin marmer yang dipoles relatif mudah tergores. Seiring waktu, lantai marmer rentan rusak jika ada perpindahan furnitur, atau bahkan cakaran hewan peliharaan.
Memperbaiki lantai marmer yang tergores adalah pekerjaan yang sulit dan biasanya membutuhkan bantuan seorang profesional untuk memolesnya kembali.
Permukaan lantai marmer agak keropos dan memiliki komposisi yang sedikit basa. Artinya setiap kali zat asam berinteraksi dengannya, akan terjadi reaksi kimia dalam bentuk noda yang agak mencolok.
Di dapur, banyak bahan dengan kadar keasaman tinggi berisiko jatuh di lantai. Mulai dari saus hingga jus buah dan membuat noda permanen.
Untuk mencegah noda, lantai marmer harus disegel dengan benar dengan bahan kimia yang memiliki lapisan tak terlihat di atas marmer.
Anda harus mengoleskan kembali cairan pelapis tersebut secara berkala, setiap 6 hingga 12 bulan, untuk menjaga tampilan lantai marmer.
Lantai marmer, seperti ubin keramik, merupakan bahan bangunan yang akan terasa dingin saat dipijak.
Rasa dingin yang berlebihan tentu tidak menyenangkan jika Anda tinggal di daerah dengan intensitas hujan yang tinggi.
Lantai marmer juga sangat keras, artinya benda pecah belah yang jatuh akan langsung pecah. Atau, lebih buruk lagi, permukaan lantai marmer bisa langsung pecah.