JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan mengenakan mekanisme hukum berupa restorative justice (keadilan restorarif) bagi pelanggar tata ruang.
Menurut Ahli Hukum Pertanahan Eddy Leks, keadilan restoratif itu erat kaitannya dengan aspek hukum pidana.
Eddy melanjutkan, sanksi ini dapat diartikan sebagai tanggapan terhadap perilaku kejahatan yang berfokus pada pemulihan dari pelaku kejahatan.
"Dan penyelesaian atas masalah-masalah yang muncul dari kejahatan di mana korban, pelaku, dan masyarakat bersama-sama mengembalikan keselarasan di antara para pihak," jelas Eddy kepada Kompas.com, Senin (1/3/2021).
Berkaitan dengan tata ruang, pelanggaran tata ruang bisa berakibat sanksi administratif dan sanksi pidana.
Baca juga: Ini Ancaman Pidana Bagi Penyebab Banjir Puncak dan Pelanggar Tata Ruang
Sanksi pidana ini, kata Eddy, tentunya berujung pada hukuman penjara dan/atau denda yang berfokus kepada hukuman, bukan kepada pemulihan.
Sedangkan, keadilan restoratif merupakan salah satu sanksi administratif dalam aturan tata ruang yaitu pemulihan fungsi ruang.
Fokus pada sanksi ini adalah pemulihan atau pengembalian fungsi ruang sebagaimana seharusnya sebelum dilakukan pelanggaran.
"Jadi, sanksi ditetapkan untuk memulihkan fungsi ruang yang telah dilanggar agar ruang tersebut dikembalikan ke fungsi semula," lanjut Eddy.
Perlu diketahui, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang baru saja diundangkan tanggal 2 Februari 2021.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.