JAKARTA, KOMPAS.com - Konsep micro house atau rumah mikro saat ini sedang ramai diperbincangkan. Hunian ini terinspirasi dari perkampungan padat penduduk di tengah kota.
Pemilik membangun hunian bertingkat di lahan sempit untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
Dengan konsep ini, beban yang ditanggung pemilik rumah bisa lebih kecil ketimbang tempat tinggal biasa.
Bahkan, model rumah ini juga bisa menekan gaya hidup konsumtif. Dalam mengatasi dampak pandemi, rumah mikro bisa menjadi salah satu solusi.
Arsitek dari Studio Akanoma Yu Sing menilai, semakin kecil ukuran rumahnya, maka semakin luas ruang sisa yang tersedia.
Baca juga: Kecenya Hunian Mikro di Jepang
"Semakin mikro rumahnya, maka lahan kita kan secara ruang sisa akan lebih besar," ucap Yu Sing dalam sebuah diskusi daring, Jumat (22/5/2020).
Imma Anindyta dari RAW Hause menambahkan, masyarakat harus menumbuhkan kesadaran bahwa ruang luar atau outdoor juga merupakan bagian dari rumah.
Selama ini, banyak orang hanya melihat ruang indoor atau ruangan di dalam bangunan sebagai bagian dari hunian mereka.
"Sehingga yang perlu diubah adalah paradigma bahwa rumah adalah ruang dalam atau indoor," ucap Imma.
Padahal, jika ruang luar dikelola dengan baik, maka dapat memberikan manfaat bagi pemilik rumah.
Seperti area outdoor dimanfaatkan sebagai lahan hijau dan ditanami dengan berbagai macam jenis tanaman.
Selain menyediakan ruang hijau bagi pemilik rumah, jika diterapkan dalam skala besar di banyak rumah, maka bisa menjadi paru-paru kota.
"Misalkan kita menyediakan ruang hijau satu plot lahan saja, kalau itu dimodifikasi menjadi sekian ratus rumah atau sekian ribu rumah, itu bisa menjadi paru-paru kota," kata Imma.
Selain itu, sebuah rumah mikro tak hanya terdiri dari satu bangunan. Namun, model rumah ini juga bisa diterapkan untuk beberapa bangunan dalam satu lahan.
Adapun aplikasinya bisa mengadopsi rumah adat Bali. Masyarakat adat Bali tinggal dalam bangunan-bangunan yang terpisah, tetapi masih dalam satu lahan.