Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MTI Desak Pencabutan Permenhub No 18/2020, Terlalu Memanjakan Aplikator

Kompas.com - 12/04/2020, 18:44 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Namun, peraturan tersebut dinilai kontradiktif terutama pasal 11 D yang menyebutkan bahwa untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi seperti sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan.

Pasal 11 D ini bertentangan dengan aturan sebelumnya dan aturan dalam Permenhub itu sendiri, serta prinsip physical distancing (pembatasan fisik).

Karena itu, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendesak pemerintah mencabut segera Permenhub Nomor 18 Tahun 2020.

Baca juga: Jelang PSBB di Penyangga Jakarta, Volume Kendaraan ke Puncak Meningkat

"Aturan tersebut hanya untuk kepentingan bisnis sesaat dan menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno kepada Kompas.com, Minggu (12/4/2020).

Sebelumnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sudah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Kemudian Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Selanjutnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang semuanya selaras dan saling mendukung untuk memutus rantai penyebaran virus Corona.

Menurut Djoko, keputusan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu diapresiasi karena tak mengabulkan permintaan ojek daring mengangkut penumpang.

"Meskipun, awalnya ada permintan untuk mempersilahkan ojek daring mengangkut penumpang, ketegasan Kementerian Kesehatan patut dipresiasi untuk tidak mengabulkan permintaan itu," ucapnya.

Baca juga: Saatnya Aplikator Peduli Driver Agar Taat Bertransportasi Selama PSBB

Pasal 15 Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.

Sesungguhnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga physical distancing.

Driver ojol menjaga jarak saat mengantre pemberian makanan gratis, di depan Polsek Metro Senen, Jakarta Pusat, Rabu (1/4/2020).TribunJakarta/Muhammad Rizki Hidayat Driver ojol menjaga jarak saat mengantre pemberian makanan gratis, di depan Polsek Metro Senen, Jakarta Pusat, Rabu (1/4/2020).
Selain bertentangan dengan prinsip pembatasan fisik, Pasal 11 D juga bertentangan dengan pasal 11 C pada aturan yang sama.

Pasal ini mengatur bahwa angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.

"Apabila (peraturan) diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?," tukas Djoko.

Dengan begitu, Pemerintah harus menyediakan tambahan personel serta anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.

Djoko berpendapat, kalau hal tersebut dilakukan pasti sulit untuk diaplikasikan di lapangan dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Terutama di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu.

Jika dilaksanakan pun akan menimbulkan kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada.

"Nampak sekali, pasal ini untuk mengakomodasi kepentingan bisnis aplikator transportasi daring," tegas Djoko.

Selama ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan aplikator sudah melaksanakan PSBB di Jakarta dengan mentaati aturan yang sudah diberlakukan. Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan.

Dan jika diterapkan, akan menimbulkan kesenjangan sosial di antara moda transportasi yang lain. 

Di samping itu, tidak ada jaminan pengemudi ojek daring akan mentaati aturan dari protokoler kesehatan. Meskipun, aplikator sudah menyiapkan sejumlah aturan untuk pengemudi ojek daring selama mengangkut orang.

Pasalnya, selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya.

Djoko menuturkan, selama ini, tingkat pelanggaran pengemudi ojek daring cukup tinggi seperti melawan arus, menggunakan trotoar, melanggar isyarat nyala lampu lalu lintas, dan cukup rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau