JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 yang disebabkan SARS-Cov-2 telah membuat sektor perhotelan yang mengandalkan bisnis dan industri pariwisata, hancur lebur.
Data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) seperti dilansir Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan sebanyak 1.266 hotel telah menyetop operasionalnya untuk sementara.
Hal ini terpaksa dilakukan sebagai langkah taktis, guna menghindari kerugian lebih besar karena tingkat hunian anjlok hingga titik terdasar, dan paling buruk dalam sejarah perhotelan Indonesia.
Baca juga: Sudah 1.266 Hotel Tutup di Seluruh Indonesia, Termasuk Santika
Sebelum Warga Negara Asing (WNA) dilarang masuk dan transit di Indonesia melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 11 Tahun 2020 tentang pelarangan sementara orang asing masuk wilayah negara Republik Indonesia, jumlah kunjungan memang terus merosot sejak Januari.
Pada Februari 2020 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara tercatat sebanyak 885.000 orang. Angka ini merosot hingga 28,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Penurunan paling drastis terjadi pada kunjungan wisatawan asal China, yakni dari 200.000 orang pada Februari 2019 menjadi 11.800 wisatawan pada bulan yang sama tahun ini.
Kunjungan wisatawan Singapura dan Malaysia juga anjlok di kisaran 30 persen. Demikian halnya dengan India dan Korea Selatan yang merosot 20 persen.
Bahkan, bulan Maret diprediksi akan mengalami kejatuhan luar biasa yang memengaruhi pola kinerja bisnis perhotelan selama ini sehingga proyeksi pun porak poranda.
Namun demikian, seburuk apapun situasi di tengah pandemi Covid-19, tetap masih menyisakan setitik harapan.
Meskipun pilihannya cuma dua, tutup atau tetap beroperasi dengan terus mencari dan mengelaborasi peluang-peluang yang ada.
Termasuk menurunkan harga paket wisata yang digabungkan dengan tawaran menginap selama periode waktu tertentu.
Baca juga: Daftar Hotel yang Tutup Sementara Akibat Pandemi Corona
"Bagi sebagian pelaku bisnis perhotelan, opsi ini paling realistis. Banting harga, ketimbang menutup hotel dan tidak memiliki penghasilan. Namun, bagi sebagian lainnya menutup operasional adalah jalan terbaik," jelas Ferry dalam konferensi video apda Rabu (8/4/2020).
Ferry melanjutkan, untuk hotel di Jakarta, akan sangat bergantung kepada kondisi bisnis secara global di dunia.
Namun, apabila pandemi Covid-19 mampu terselesaikan pada kuartal III-2020, paling tidak akan ada pemasukan pada kuartal berikutnya dengan proyeksi pendapatan harian atau average daily rate (ADR) rata-rata di bawah 60 dollar AS dengan okupansi sekitar 40-50 persen.
Selepas itu, bisnis dan industri perhotelan diharapkan kembali normal pada 2021.
Sedangkan wisatawan dari Australia turun 19 persen. Berdasarkan data dari TPI Imigrasi Ngurah Rai tanggal 1-12 Maret 2020 tercatat hanya 113.079 wisatawan asing yang mendarat di Ngurah Rai.
Angka ini belum mencapai 50 persen dari total kunjungan pada bulan Februari, dan diperkirakan pada 2 pekan sisanya mengalami kemerosotan karena banyak maskapai yang menutup penerbangannya dan larangan kunjungan WNA ke Indonesia.
Melihat kondisi ini, pertengahan tahun akan menjadi momentum yang sangat menantang untuk pariwisata Bali.
"Kondisi global (asing dan domestik) akan sangat menentukan, karena pasar Bali adalah asing dan domestik. Butuh beberapa waktu untuk comeback dan menarik kembali wisatawan khususnya mancanegara untuk berlibur ke Bali," imbuh Ferry.
Akhir tahun 2020 akan sangat menentukan bagi Bali untuk bangkit kembali dengan proyeksi kinerja okupansi sekitar 50 persen dan ADR berada pada level 60 hingga 70 dollar AS.
Pandemi Covid-19 memang belum dapat diprediksi secara pasti kapan teratasi. Dengan begitu, membuat proyeksi terperinci tentang waktu dan pola pemulihan kunjungan turis asing ke Indonesia mungkin masih terlalu dini.
Akan tetapi, terlepas dari tingkat ketidakpastian yang belum pernah terjadi sebelumnya dan batasan-batasan serius yang dapat diprediksi, bisnis perhotelan yang terkait dengan jumlah kunjungan sangat dapat diprediksi.
Ross menggunakan prakiraan ekonometrik tentang kedatangan pengunjung internasional dengan pasar utama Indonesia di Asia Pasifik, Eropa, Amerika, dan Timur Tengah untuk memperoleh total perkiraan pengunjung selama periode 2020-2025.
Prakiraan Ross mencakup interval prediksi; rentang nilai, dan probabilitas rentang yang akan menyertakan hasil aktual.
"Kami memperkirakan bahwa pengunjung internasional ke Indonesia akan turun sekitar 38 persen, dari 16,1 juta orang pada tahun 2019 menjadi 10 juta orang pada tahun 2020," ujar Ross kepada Kompas.com, Jumat (10/4/2020).
Ada kemungkinan jumlah pengunjung internasional akan merosot drastis hingga 60 persen di angka antara 8,5 juta orang hingga 11,6 juta orang pada tahun 2020.
Namun, hal ini tak akan berlangsung lama, karena tidak sampai tahun 2023, Ross meyakini rekor 16,1 juta kunjungan internasional pada 2019 akan dilampaui.
Dengan rincian perkiraan rata-rata turis mancanegara adalah sebanyak 12,8 juta orang pada 2021, 15 juta orang pada 2022, dan 16,4 juta orang pada 2023.
Ross mengakui, prakiraan tersebut bisa diperbarui setiap tiga bulan karena data ekonomi baru tersedia setiap akhir kuartal.
Jadi, prakiraan ini tidak bisa menghasilkan angka kurat 100 persen, namun perkembangan Indonesia dan dunia sangat dinamis. Segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.