Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digitalisasi Data Pertanahan, Tekan Kasus Mafia Tanah

Kompas.com - 25/02/2020, 20:24 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Digitalisasi data pertanahan diharapkan dapat meminimalisasi kasus mafia tanah.

Salah satu kasus yang ditangani oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah penipuan bermodus menukar sertifikat tanah dengan dokumen tiruan yang mirip aslinya.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Himawan Arif Sugoto menuturkan, adanya digitalisasi dapat meminimalisasi konflik pertanahan.

"Untuk menekan konflik, kehilangan data kami memanfaatkan digital base. Jadi kami akan meluncurkan sertifikat digital untuk meminimalisasi pemalsuan dan sebagainya," ucap Himawan di Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Baca juga: Berantas Mafia Tanah, BPN Digitalisasi Dokumen Pertanahan

Saat ini di seluruh Indonesia terdapat 60 juta bidang tanah yang terdiri dari sekitar 2 miliar dokumen. Akan tetapi, dari jumlah tersebut baru sedikit yang terdigitalisasi.

Selain digitalisasi, Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah Kementerian ATR/BPN Agus Widjayanto mengatakan, kementerian juga telah mengadakan kerja sama penanganan mafia tanah bersama dengan kepolisian.

Kegiatan tersebut telah dimulai sejak tahun 2017 tepatnya setelah ada perjanjian kerja sama atau memorandum of understanding (MoU) dengan Kepolisian Republik Indonesia.

Agus menjelaskan alasan mengapa ada kerja sama antara kedua institusi tersebut. Menurutnya, Kementerian ATR/BPN memiliki keterbatasan dalam mengatasi sengketa tanah yang berakhir pidana. Sebab, kasus tersebut merupakan ranah kepolisian.

Untuk itu, kerja sama kedua lembaga ini diharapkan dapat mengurangi kasus sengketa dan mafia tanah.

Dalam kerja sama itu, sebut Agus, terdapat unsur pencegahan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Dalam kasus yang terjadi, jika terdapat kesalahan administrasi, maka akan segera ditertibkan.

"Tujuannya adalah kalai pidana itu adalah jalan terakhir, sedangkan kami adalah pencegahan. Kalau orang melawan hukum dan dihukum pidana. Kami berharap yang laiin akan berpikir ulang kalau melakukan perbuatan yang sama," ucap Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com