JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja mengundang kontroversi dari berbagai kalangan.
Draf RUU yang telah diserahkan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Rabu (12/2/2020) tersebut menyisakan ruang untuk diperdebatkan.
Di antaranya adalah terkait tata Ruang, dan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam pengaturan tata ruang.
Menurut Ketua Majelis Kode Etik Perencana Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro, konsolidasi atura dan Undang-undang (UU) yang berkaitan dengan tata ruang harus terus didorong.
Baca juga: RUU Cipta Kerja, Kewenangan Pemda Terkait Penataan Ruang Bakal Dihapus
"Semestinya dengan adanya omnibus law ini, harapan konsolidasi itu menjadi kenyataan," kata Bernie kepada Kompas.com, Rabu (19/2/2020).
Konsolidasi aturan tata ruang ini dimaksudkan untuk memperbaiki proses dan produk rencana wilayah dan kota, serta terjaminnya penyelenggarakan pembinaan penataan ruang di semua wilayah Indonesia.
Bernie menilai aturan baru terkait tata ruang dalam Draf RUU Cipta Kerja ini justru cenderung inkonsisten, alih-alih saling menguatkan.
Kecenderungan terjadinya inkonsistensi dalam semangat omnibus law ini terlihat dari pasal-pasal yang melemahkan dan bahkan menghapus penyelenggaraan penataan ruang oleh daerah.
Hal ini potensial terjadi terjadi karena nantinya praktik persetujuan susbstansi harus oleh Pemerintah Pusat.
"Dan ini menjadi kemunduran besar karena kembali ke zaman Orde Baru yang sentralistik yang top down dan bertolak belakang dengan semangat desentralisasi yang bottom up," tegas Bernie.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.