Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta, Lihatlah Cara Jepang Mengatasi Banjir

Kompas.com - 03/01/2020, 17:28 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Selain itu, Jepang juga memiliki infrastruktur lain guna meminimalisasi banjir, khususnya di sekitar Tokyo.

Kota ini merupakan tempat tinggal bagi 38 juta orang. Sebagai kota metropolitan, wilayah ini rentan terkena gelombang saat badai.

Permasalahan juga tak selesai di situ, banyaknya penduduk dan pengambilan air tanah secara besar-besaran telah membuat permukaan tanah di beberapa bagian kota turun hampir 4,5 meter selama satu abad terakhir.

Baca juga: Hikayat Betonisasi, dan Paradigma Mengeringkan Jakarta

Naiknya permukaan air laut juga memperparah keadaan. Hal ini mengakibatkan beberapa wilayah di ibu kota Jepang itu berada di bawah permukaan air laut.

Terlebih, curah hujan yang tinggi serta potensi kerusakan besar akibat gempa bumi dan tsunami semakin memperburuk keadaan.

Sebuah studi tahun 2014 tentang risiko bencana alam oleh perusahaan reasuransi Swiss Re mengungkapkan, Tokyo dan kota pelabuhan tetangga, Yokohama, merupakan wilayah metropolitan paling berisiko di dunia.

Untuk itulah, pemerintah setempat kemudian berusaha menanggulangi bencana dengan membangun The Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel atau Saluran Pembuangan Bawah Tanah Kawasan Metropolitan di Saitama.

Ruangan bawah tanah itu berada di bagian utara Tokyo dibangun untuk menampung aliran air dan melindungi kota dari banjir. 

Ukurannya tak main-main, mengutip situs resmi Edogawa River Office, saluran pembuangan bawah tanah ini menampung air yang meluap dari sungai-sungai berukuran kecil hingga menengah seperti Naka, Kuramatsu, dan Oootoshifurutone.

Bahkan, melansir laman New York Times, ruangan itu disebut mampu menampung patung Liberty.

Saluran tersebut terdiri dari beberapa tangki besar yang dihubungkan oleh terowongan yang mengalirkan air ke Sungai Edogawa dan menyiramkannya ke Teluk Tokyo.

Terowongan itu dirancang dengan panjang 6,3 kilometer dan membentang sepanjang 50 meter di bawah tanah.

Di sela-sela terowongan, terdapat pilar penopang setinggi 18,18 meter. Pilar-pilar tersebut membuat ruangan terlihat seperti kuil besar.

Bahkan, pengelola fasilitas menyediakan tur kepada warga yang ingin masuk dan menyaksikan bagian dalam terowongan.

"Kami bersiap menghadapi banjir melebihi apa pun yang kami lihat. Sampai sekarang setidaknya kami telah berhasil," kata Kuniharu Abe, yang mengepalai situs tersebut.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau