Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggilan "Bodat" Itu Tak Akan Terdengar Lagi...

Kompas.com - 30/12/2019, 20:42 WIB
Erwin Hutapea,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi

BODAT. Panggilan yang arti harfiahnya tak ada bagus-bagusnya itu justru merekatkan hati dan perkawanan banyak orang. Itu karena dia.

"Eh, Bodat, ngunyah mulu lo. Di kantor tuh kerja, otak lo dipake."

Itulah kalimat yang diucapkan oleh Latief kepada saya pada suatu siang, ketika dia tiba di kantor dan melihat saya sedang menikmati makan siang sembari membuka laptop dan membaca-baca artikel di meja kerja.

Bagi orang lain, mungkin kata-kata itu terdengar kasar, malah cenderung menghina. Bagaimana tidak?

Kata "bodat" berasal dari bahasa Batak, yang artinya monyet. Biasanya kata itu dipakai untuk mengumpat atau memaki orang lain yang dibenci.

Tetapi, tidak buat saya. Justru kata tersebut sering disebut karena kedekatan kami selama ini.

Ya, tanpa terasa, saya sudah mengenal Latief lebih dari 10 tahun, sejak kami sama-sama bekerja di Redaksi Kompas.com.

Setahu saya, nama lengkapnya Muhammad Latief. Saya sendiri memanggilnya Latip. Dan ternyata nama dia yang benar adalah Mohamad Latip.

Dia bercerita bahwa sebelumnya pernah menjadi jurnalis majalah Matra, media cetak Ibu Kota yang berisi artikel tentang gaya hidup metropolitan.

Setelah berkantor di Palmerah, Jakarta Pusat, dia ditugaskan ke sejumlah desk atau kanal, sebut saja Properti, Edukasi, dan Content Marketing. Bahkan, bisa dibilang kanal-kanal itu dipelopori oleh Latip karena kepiawaiannya.

Baca juga: Sosok Bang Latip: Mentor Menulis Perjalanan, Dunia Kerja, dan Urusan Hidup

Balik soal kata bodat tadi, Latief mengaku mengetahuinya dari keluarga angkatnya yang juga merupakan etnis Batak. Saking dekatnya hubungan mereka, dia pun jadi mengerti beragam kosakata dan kebiasaan orang-orang dari Sumatera Utara itu.

Sejak dia sering memanggil saya dengan sebutan bodat, makin banyak kawan di kantor yang mengenal kata itu dan ikut-ikutan memakainya. Tidak masalah, saya tahu bahwa mereka menggunakan sapaan itu karena kita sudah karib selama ini.

Tidak hanya itu, ternyata Latip pun tahu beberapa lagu Kristiani yang sering dinyanyikan di gereja oleh keluarga angkatnya. Saya pernah kaget dibuatnya ketika kali pertama dia menyanyikan lagu bertajuk "Bahasa Cinta".

"Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu ya Tuhanku... Ajarilah kami bahasa cinta-Mu, agar kami dekat pada-Mu...," demikian lirik lagu yang didendangkan Latip, suatu sore di kantor, sambil bermain gitar.

Saya benar-benar tercengang dibikinnya. Asliii....

Bukannya apa-apa, maaf, tanpa bermaksud SARA, dia adalah seorang muslim tulen dan dari keluarga Betawi pula, tapi dia bisa dan mau menyanyikan lagu rohani umat Kristen.

Bagi saya, itu bukti konkret bahwa dia adalah orang yang berwawasan luas, berpikiran terbuka, serta terbiasa dengan toleransi beragama dan keragaman budaya Indonesia.

Tentu semua itu dimilikinya dari pengalaman hidup bergaul dengan siapa saja, dari kalangan mana pun, tanpa menengok latar belakang suku dan agama.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau