Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Djoko Setijowarno
Akademisi

Peneliti Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata

Tragedi Bus Sriwijaya, Arisan Nyawa di Jalan Raya

Kompas.com - 26/12/2019, 13:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KECELAKAAN lalu lintas dengan korban cukup banyak terulang kembali. Di penghujung tahun 2019, Senin (24/12/2019), terjadi kecelakaan PO Sriwijaya jatuh ke jurang Sungai Lematang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatera Selatan, menelan 31 korban meninggal dunia.

Tragedi PO Sriwijaya hanyalah satu dari lima kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa meninggal dunia dalam jumlah banyak. 

Hal ini menunjukkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah turun drastis. Ironisnya,  institusi yang fokus mengurusi keselamatan lalu lintas yakni Direktorat Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan, justru dihilangkan.

Dengan sendirinya, program dan anggaran keselamatan dapat dipastikan berkurang. Padahal, keberhasilan kinerja Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diukur dari pembangunan fisik dan sistem keselamatan bertransportasi.

Dapat saya katakan, bahwa ini sesungguhnya menunjukkan pemerintah masih kurang serius mengurus keselamatan transportasi.

Kecelakaan yang melibatkan bus PO Sriwijaya dapat dikatakan sebagai tragedi kecelakaan bus umum terbesar dalam satu dekade terakhir.

Ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masih sulit menerapkan sistem keselamatan transportasi umum di negeri ini.

Terlebih secara institusi Direktorat Keselamatan Transportasi Darat sudah dihilangkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian. Sementara angka kecelakaan lalu lintas masih tetap tinggi.

Rute PO bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dari Bengkulu ke Palembang tersebut, melintasi Bengkulu-Kepahiyang-Padang Tepung-Pagar Alam-Lahat-Muara Enim-Prabumulih-Indralaya–Palembang.

Rute ini dapat ditempuh 10 jam hingga 12 jam. Namun ada juga yang lebih singkat melalui Sekayu. Dari perbatasan Lubuk Linggau via Sekayu kemudian Kayu Agung, dapat ditempuh selama 8-10 jam.

Dengan perjalanan cukup lama yang memakan waktu lebih dari 8 jam, mewajibkan perusahaan angkutan umum memiliki dua pengemudi dalam satu bus.

Hal ini agar pengemudi tetap dalam kondisi prima, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama delapan jam sehari. Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.

Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu jam.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau