KECELAKAAN lalu lintas dengan korban cukup banyak terulang kembali. Di penghujung tahun 2019, Senin (24/12/2019), terjadi kecelakaan PO Sriwijaya jatuh ke jurang Sungai Lematang di Liku Lematang, Desa Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatera Selatan, menelan 31 korban meninggal dunia.
Tragedi PO Sriwijaya hanyalah satu dari lima kecelakaan lalu lintas yang menelan korban jiwa meninggal dunia dalam jumlah banyak.
Hal ini menunjukkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah turun drastis. Ironisnya, institusi yang fokus mengurusi keselamatan lalu lintas yakni Direktorat Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan, justru dihilangkan.
Dengan sendirinya, program dan anggaran keselamatan dapat dipastikan berkurang. Padahal, keberhasilan kinerja Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diukur dari pembangunan fisik dan sistem keselamatan bertransportasi.
Dapat saya katakan, bahwa ini sesungguhnya menunjukkan pemerintah masih kurang serius mengurus keselamatan transportasi.
Kecelakaan yang melibatkan bus PO Sriwijaya dapat dikatakan sebagai tragedi kecelakaan bus umum terbesar dalam satu dekade terakhir.
Ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masih sulit menerapkan sistem keselamatan transportasi umum di negeri ini.
Terlebih secara institusi Direktorat Keselamatan Transportasi Darat sudah dihilangkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian. Sementara angka kecelakaan lalu lintas masih tetap tinggi.
Rute PO bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dari Bengkulu ke Palembang tersebut, melintasi Bengkulu-Kepahiyang-Padang Tepung-Pagar Alam-Lahat-Muara Enim-Prabumulih-Indralaya–Palembang.
Rute ini dapat ditempuh 10 jam hingga 12 jam. Namun ada juga yang lebih singkat melalui Sekayu. Dari perbatasan Lubuk Linggau via Sekayu kemudian Kayu Agung, dapat ditempuh selama 8-10 jam.
Dengan perjalanan cukup lama yang memakan waktu lebih dari 8 jam, mewajibkan perusahaan angkutan umum memiliki dua pengemudi dalam satu bus.
Hal ini agar pengemudi tetap dalam kondisi prima, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Setiap Perusahaan Angkutan Umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Waktu kerja bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum paling lama delapan jam sehari. Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum setelah mengemudikan Kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam.
Dalam hal tertentu Pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu jam.
Kendaraan umum dilarang berhenti dan menaikturunkan penumpang di sembarang tempat. Sebaliknya, kendaraan umum dapat mengangkut penumpang dari pool bus, namun harus memasuki terminal keberangkatan.
Jika ini dilanggar, ada sanksi hukumnya, yakni pidana dan denda. Pasal 302 menyebutkan,:
"Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek dapat dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda maksimal Rp 250.000,00.
Perizinan operasional angkutan umum dalam trayek juga perlu dipatuhi. Pasal 308 menyebutkan:
"Dapat dipidana kurungan maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp 500.000,00, setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang (a) tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek; (b) tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek; (c) tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat; atau (d) menyimpang dari izin yang ditentukan."
Faktanya, hal itu sulit diterapkan. Terlebih di Sumatera, di mana beberapa ruas jalannya berkelak kelok, turunan, dan tanjakan tajam. Perlu kehati-hatian dalam mengemudi walaupun sudah dilengkapi rambu dan marka.
Pemeliharaan rambu dan marka ini juga harus dilakukan secara rutin, guna memudahkan perhatian pengguna jalan. Belum lagi adanya sejumlah guad rail untuk kondisi ruas jalan seperti itu yang tidak memadai.
Di ruas jalan yang dianggap berbahaya, selain rambu dan marka juga dapat diberikan penerangan jalan yang memadai.
Sejak 2017, keberadaan pengelolaan Terminal Tipe A diambil alih oleh pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berdasarkan amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Ada upaya untuk pembangunan fisik dan perbaikan pelayanan. Kemudian dilakukan hal yang mendasar untuk jaminan keselamatan penumpang bus AKAP adalah kegitan rutin ramp check.
Kegiatan ramp check meliputi pemeriksaan kartu pengawasan, buku uji kir, kondisi ban, sistem pengereman dan sebagainya.
Namun kegiatan ramp check ini masih manual dan sangat rawan terjadi pungutan liar jika kedapatan ada PO bus yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan membawa penumpang.
Nah, dalam rencana program digitalisasi terminal akan diterapkan terminal operation system (TOS) yang berisikan, sistem boarding pass, informasi jam kedatangan, posisi bus, dan bus yang siap berangkat.
Data base ini sangat diperlukan dalam pengelolaan transportasi umum. Akan lebih baik lagi kegiatan ramp check juga dimasukkan dalam program digitalalisasi terminal penumpang, guna menghindari perbuatan pungli.
Setiap pengusaha angkutan umum harus menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK). Dalam hal pengawasannya diperlukan sejumlah inspektur keselamatan yang jumlahnya masih minim sekali.
Selain itu, perlu segera penambahan tenaga inspektur keselamatan untuk mengawasi operasional transportasi umum.
Selain itu, Direktorat Keselamatan Transportasi Darat, harus segera diadakan lagi setelah dua tahun lalu hilang dalam strukturi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan.
Jika kondisinya tetap seperti ini, tinggal menunggu waktu arisan nyawa melayang akan terjadi terus menerus di jalan raya.
Meskipun penanganan kecelakaan angkutan darat sudah dibantu oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), namun tidaklah memadai.
Rekomendasi yang diberikan KNKT belum semuanya dapat diwujudkan oleh regulator maupun operator, apalagi regulator di luar Kemenhub kurang merespon tindak lanjut rekomendasi yang diberikan.
Dan sayangnya, tidak ada sannsi jika tidak melaksanakan rekomendasi dari KNKT tersebut.
KNKT sendiri melakukan investigasi setiap ada kecelakaan lalu lintas yang korban meninggal di atas 8 orang atau kecelakaan khusus.
Jika pemerintah ingin serius menurunkan angka kecelakaan seperti halnya di Korea Selatan dalam kurun 20 tahun menurun hingga 60 persen, harus menaikkan status KNKT di bawah Kementerian Perhubungan menjadi Badan Keselamatan Transportasi Nasional (BKTN) di bawah Presiden.
Hingga sekarang, angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah menurun, kecuali saat musim Mudik Lebaran yang dilakukan operasi khusus, seperti Operasi Ketupat, Operasi Lilin dan macam operasi lainnya.
Jangan kompromi apalagi pungli terhadap keselamatan. Kemenhub harus menjadikan program keselamatan prioritas kerja dalam indikator kinerja utama (IKU).
Bukan sekadar ucapan tetapi butuh kenyataan. Keberhasilan kinerja Kementerian Perhubungan diukur tidak hanya dari pembangunan fisik semata, akan tetapi sistem yang diciptakan untuk menjaga keselamatan bertransportasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.