JAKARTA, KOMPAS.com — "MRT Jakarta sudah bagus, saya merasa aman dan nyaman. Pelayanannya pun bagus, tepat waktu".
Ini adalah testimoni Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danis Hidayat Sumadilaga kepada Kompas.com, Minggu (17/11/2019).
Tak hanya Danis, para pejabat dari unsur pemerintahan lain pun mengungkapkan hal sama bahwa MRT Jakarta sudah menjalankan fungsi dan perannya dengan baik sebagai moda transportasi publik yang aman, nyaman, bersih, dan tepat waktu.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih Stasiun MRT Lebak Bulus sebagai tempat pertemuan kali pertama dengan Prabowo setelah kontestasi Pilpres 2019.
Baca juga: Jadi World Class Operator Setara Jepang, Ini Strategi MRT Jakarta
Kedua tokoh ini bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019). Setelah itu, mereka bersama-sama menaiki MRT ke Stasiun Senayan.
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menilai genius pihak yang memilih lokasi tersebut.
"Strategi pengambilan tempat ini menurut saya genius. Ini surprise-lah. Orang tidak menyangka momen seperti itu di atas MRT," kata Hamdi.
Digunakannya Stasiun MRT Lebak Bulus sebagai tempat pertemuan kedua tokoh juga dapat dianggap sebagai kampanye positif kepada masyarakat untuk menggunakan transportasi publik.
Tak dapat dimungkiri, kehadiran MRT Jakarta menjadi magnet tersendiri bagi perkembangan kota metropolitan sebesar Jakarta.
Sejak beroperasi pada 24 Maret 2019, moda raya terpadu ini telah menjadi primadona masyarakat. Jumlah penumpang terus menunjukkan peningkatan.
Angka ini melampaui target yang ditetapkan sebelumnya, yakni 65.000 orang per hari.
Tentu saja, PT MRT Jakarta sebagai operator dan pembangun merasa bangga dengan pencapaian ini.
Apalagi secara filosofis perusahaan ini harus dapat membawa manfaat untuk masyarakat dan meningkatkan perekonomian serta bisnis di Jakarta.
Lebih dari itu, PT MRT Jakarta harus menjadi agen perubahan (agent of change) yang dapat mengubah perilaku masyarakat dalam berkendara menjadi beralih ke transportasi publik, meningkatkan mobilitas, dan terpenting adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
"Kami tidak ingin hanya dikatakan sebagai operator, tetapi juga agen perubahan. Kami mengubah perilaku, dan kebiasaan orang untuk naik kendaraan umum, menerapkan budaya antre, respect to disable and needy, menjaga kebersihan, dan lain-lain. Karena MRT ini untuk semua," papar Direktur Operasional dan Perawatan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi saat kelas MRT Fellowship Program, Jumat (15/11/2019).
Baca juga: 25 November, MRT Jakarta Terbitkan Kartu Multi Trip
Tak berlebihan jika Efendi menyebut MRT Jakarta telah membawa perubahan dan peradaban baru.
Sejauh pengamatan Kompas.com, masyarakat dengan sukarela mengantre menunggu giliran tap in dan tap out, mendahulukan kalangan difabel, lansia, dan ibu hamil, tidak membuang sampah sembarangan, serta tidak berisik.
Yang menarik, pengguna MRT Jakarta didominasi kalangan muda, karyawan yang bekerja di koridor Thamrin dan Sudirman, dengan busana rapi dan aroma mewangi.
Senior Marketing and Business Development PT Tokyuland Ardian J Fatkoer, contohnya. Pria ini bisa dikatakan pengguna setia MRT Jakarta.
"Alhamdulillah, sejak MRT beroperasi, saya sudah tidak pernah naik kendaraan pribadi lagi ke kantor. Ini beda bangetlah. Dari sisi waktu perjalanan, sangat jelas, bensin juga enggak ada, enggak perlu kena macet lagi, enggak perlu bayar parkir, dan terutama saya tinggal duduk, tidur, sampai deh," kisah Ian, sapaan akrabnya, kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).
Sebelumnya, dari sisi road user cost, Ian harus merogoh kocek tak kurang dari Rp 2,8 juta per bulan. Biaya ini mencakup bensin Rp 400.000 per minggu dan parkir Rp 50.000 per hari.
Sementara dengan MRT Jakarta, Ian hanya perlu membayar Rp 10.000 biaya parkir per hari di Park and Ride Fatmawati, dan Rp 28.000 perjalanan ulang alik dari Stasiun Fatmawati (awal perjalanan) menuju Bundaran HI untuk kemudian berjalan kaki ke kantornya di The Plaza Tower Lantai 19, Kompleks Plaza Indonesia.
Untuk diketahui, road user cost adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jalan untuk menempuh suatu perjalanan, yang antara lain terdiri atas biaya bahan bakar, oli, waktu tempuh, parkir, dan lain-lain.
"Naik MRT waktu menjadi jauh lebih efisien, Fatmawati-Bundaran HI hanya 28 menit. Sementara kalau naik mobil bisa 1 jam 30 menit," ungkap Ian.
Selain bisa memangkas waktu tempuh dan biaya perjalanan, Ian merasa dengan naik MRT, kenyamanan dan keamanan demikian terjamin.
Baca juga: Gedung Kantor yang Dilewati MRT Lebih Diminati
Sambil berseloroh Ian mengatakan, tak takut lagi mengenakan tas backpack di punggung, dan menyimpan sepeda lipat di ujung kereta.
"Aman dan nyaman deh," kata dia.
Tak hanya Ian, teman-teman ekspatriatnya yang asal Jepang pun beramai-ramai menggunakan MRT sebagai moda sehari-hari.
Bahkan, Takanori Hayashi mengatakan, MRT Jakarta jauh lebih nyaman dibanding subway di Tokyo dan Osaka.
Menurutnya, di MRT Jakarta penumpang tidak boleh makan dan minum, sementara di Tokyo dan Osaka tak ada larangan untuk itu.
Biasanya setelah lelah bekerja, mereka makan dan minum, beberapa di antaranya bahkan tidur di kereta.
"Bawa binatang peliharaan pun diperbolehkan asal dengan kandangnya," kata Hayashi.
Pendek kata, MRT Jakarta demikian penting bagi masyarakat karena kepastian waktu tempuh, biaya perjalanan, keamanan, dan kenyaman serta murah.
Warga Jepang, kata Hayashi, emoh naik kendaraan pribadi karena road user cost-nya tinggi, terutama biaya parkir yang jauh lebih mahal dibanding tarif tol.
Selain diminati kalangan muda, MRT Jakarta juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari para chief executive officer (CEO) dan pengambil keputusan di perusahaan-perusahaan besar.
Chief Executive Officer (CEO) PT Intiland Development Tbk Hendro S Gondokusumo, misalnya, selalu menggunakan MRT Jakarta dari Stasiun Benhil yang dekat dengan kantor pusat Intiland Tower menuju Stasiun Fatmawati untuk kemudian naik feeder Transjakarta ke South Quarter, Lebak Bulus.
"Saya tiap meeting ke South Quarter selalu pakai MRT. Saya punya koleksi uang elektronik khusus MRT yang terintegrasi feeder Transjakarta," kata Hendro saat peresmian Park and Ride South Quarter.
Menurut Hendro, MRT Jakarta tak kalah dengan moda serupa di Singapura, Hong Kong, dan Jepang, bahkan lebih bagus ketimbang Malaysia.
Oleh karena itu, dia tak segan mengajak para kolega dan petinggi perusahaan lain untuk mencoba MRT Jakarta.
Dua orang yang sukses diajaknya naik moda ini adalah Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk Adrianto P Adhi dan Direktur PT Summarecon Agung Tbk Herman Nagaria.
Demikian halnya para petinggi Astra International Group, yakni Chief Astra Infra Solutions Adhi Resza dan Vice President PT Lintas Marga Sedaya Firdaus Azis yang terpincut menggunakan MRT Jakarta.
Menariknya, mereka naik MRT bukan hanya karena ingin mencoba sesaat, melainkan setiap hari sebagai pendukung mobilitas untuk bekerja.
"Saya memutuskan naik MRT karena bisa menghemat waktu sangat signifikan. Biasanya dari rumah di Fatmawati ke kantor pusat di Benhil butuh 1,5 jam hingga 2 jam, sekarang cuma 40 menit," kata Firdaus.
Hal senada dikatakan Adhi Resza yang mengatakan bahwa naik MRT sangat nyaman, aman, bersih, dan tepat waktu.
Waktu perjalanan, menurut Adhi, bisa lebih cepat dan terukur dibanding naik mobil pribadi atau bus umum. Biaya yang harus dibayar pun masuk akal (reasonable) dan terjangkau (affordable).
Mereka, para CEO ini, tak malu untuk menjadi bagian dari perubahan wajah Jakarta. Bersama karyawan dan bahkan, anak sekolah, para CEO ini berbaur demi menciptakan Jakarta yang lebih beradab dan berbudaya.
Sebagaimana ditunjukkan siswa SMP Al Ikhlas Cipete Alderryl yang tiap hari menggunakan MRT Jakarta dalam rangka mengejar dan mewujudkan cita-cita besarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.