MEDAN, KOMPAS.com - Pengerjaan pipa atau joint pipe Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Sicanang yakni Heat Recovery Steam Generator (HRSG) 2.2, dituding asal dikerjakan sehingga tidak sesuai Welding Procedure Specification (WPS).
Mengacu pada ASME Section IX, WPS adalah prosedur pengelasan yang terkualifikasi untuk pengelasan produksi (production weld), juga menjadi petunjuk bagi juru las (welder).
Ketua Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) Sumatera Utara Apri Budi menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut dengan mengecek langsung ke lapangan.
Apri Budi menemukan banyak kekurangan di sana-sini. Selain tidak sesuai WPS, juga tidak mengikuti standar migas yang memerlukan teknologi tinggi dan pekerja yang berkompeten.
Menurutnya, salah satu yang paling penting dalam kegiatan migas adalah pengelasan, sebab berisiko mulai dari kecelakaan kerja, kebocoran, ledakan, kebakaran, dan kegagalan-kegagalan operasi yang berakibat terhentinya proses operasi.
Baca juga: 5.656 Rumah di Medan Tersambung Jargas
"Pemadaman bergilir masih sering terjadi akibat kebocoran pipa HRSG. Joint pipe dikerjakan oleh perusahaan yang tidak punya pengalaman. Kalau diteruskan akan merusak material dan sistem kehandalan pembangkit. Lebih mudah bocor sebelum masa perawatannya,” kata Apri Budi kepada Kompas.com di Medan, Senin (4/11/2019).
Padahal, PLN Pembangkit Sektor Belawan menjadi jantung dari sistem kelistrikan di Sumatera Utara, dan sebagian Aceh. Hampir 96 persen energi listrik dihasilkan dari sini.
PLTGU Sicanang merupakan penggabungan antara Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pembangkit siklus ganda ini menghasilkan listrik yang dikenal dengan istilah combined cycle power plant.
"Joint pipe-nya jelas sekali terlihat tidak rapi dan melanggar prosedur. Kalau yang mengerjaan perusahaan yang sudah berkompeten di bidangnya, maka tidak asal-asalan begitu. Ini merugikan negara dan masyarakat,” sambung Apri Budi.
Dirinya juga menduga para pekerja tidak memiliki sertifikat keahlian dan pengalaman di bidang boiler.
Harusnya, pengerjaan dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian khusus supaya dampak keberadaan pembangkit dirasakan masyarakat.
Apri Budi juga merasa heran, kenapa proyek tidak diberikan kepada anak perusahaan PLN yaitu PJB Services yang sudah ahli dan biasa mengerjakannya.
“Kenapa harus swasta yang dikasih? Kenapa proses lelangnya tertutup?” tanya dia sambil menggeleng.
Karena itu, dirinya berharap proyek dikaji ulang, diputuskan kontraknya, kemudian segera dihentikan pengerjaannya untuk mengurangi membengkaknya kerugian negara.
“Kami khawatir, hal ini yang menjadi salah satu penyebab seringnya pemadaman listrik dengan alasan perawatan instalasi atau pembangkit. Jangan sampai ada indikasi disengaja, ya…” tegasnya.