BOGOR, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang berlaku saat ini, belum didukung aturan lain setingkat undang-undang.
Beleid aturan pendukung UUPA ini hanya berupa peraturan presiden (perpres), peraturan pemerintah (pp), dan peraturan menteri (permen). Hal itu pun menimbulkan persoalan sendiri dalam pengelolaan pertanahan dalam negeri.
"Aturan pertanahan kita itu belum sistemik. Akibatnya, terjadi banyak masalah," kata Sofyan saat memberikan kuliah umum di IPB, Kamis (15/8/2019).
Baca juga: Sofyan Djalil Anggap UU Pokok Agraria Sudah Kuno
Satu di antaranya ketimpangan penguasaan aset tanah. Saat ini, indeks gini pertanahan mencapai 0,56, bahkan beberapa pihak ada yang menyebut hingga 0,67. Artinya, 1 persen masyarakat menguasai 56 hingga 67 persen tanah yang ada di seluruh Indonesia.
Persoalan lainnya, berdasarkan kajian yang dilakukan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kasus yang ditangani pengadilan, 70 persen-nya terkait pertanahan.
"Kemudian tumpang tindih sertifikat, karena waktu itu kita tidak punya koordinat, administrasi tidak bagus, peta tidak ada koordinat, akhirnya tumpang tindih sertifikat," sebut Sofyan.
Oleh karena itu, sejak 2012, pemerintah dan DPR memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertanahan).
Sofyan pun memastikan, pembahasan RUU ini akan selesai pada periode pertama Presiden Joko Widodo.
"Insya Allah September ini akan disahkan. Banyak fitur baru yang diperkenalkan, tujuannya bagaimana mengatur pertanahan secara komprehensif sehingga tanah jadi aset bermanfaat bagi pembangunan dan masyarakat," tuntas Sofyan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.