Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Delapan Hal Kontroversial RUU Pertanahan

Kompas.com - 13/08/2019, 18:04 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

RUU justru menyamankan konflik agraria dengan sengketa pertanahan biasa, yang rencana penyelesaiannya melalui mekanisme win-win solution atau mediasi dan pengadilan pertanahan. 

Padahal, kata Dewi, karakter dan sifat konflik agraria struktural bersifat extraordinary crime, yakni berdampakb luas secara sosial, ekonomi, budaya, ekologis, dan memakan korban nyawa.

"Dibutuhkan sesegera mungkin sebuah terobosan penyelesaian konflik agraria dalam kerangka reforma agraria, bukan melalui pengadilan pertanahan," ujarnya. 

Keenam, persoalan sektoralisme pertanahan dan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah dalam RUU ini dinilai bukan merupakan terjemahan dari pendaftaran tanah yang dicita-citakan UUPA 1960 tentang kewajiban pemerintah mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia.

Ini dimulai dari dari desa ke desa sehingga memiliki data agraria yang akurat dan lengkap untuk penetapan arah strategi pembangunan nasional dan pemenuhan hak-hak agraria. 

Namun, menurut Dewi, pendaftaran tanah dalam RUU Pertanahan semata-mata untuk mempercepat sertifikasi tanah dan diskriminatif terhadap wilayah konflik agraria, wilayah adat, dan desa-desa yang tumpang tindih dengan konsesi kebun dan hutan.

"Masalah lain, cita-cita administrasi pertanahan yang tunggal akan sulit dicapai, apabila RUU ini tidak diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia," sebut Dewi. 

Ketujuh, pengingkaran terhadap hak ulayat masyarakat adat. Keberadaan masyarakat beserta hak-haknya telah diakui di dalam konstitusi.

Tapi, RUU ini dianggap Dewi justru dianggap tidak memiliki langkah konkret dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat atau yang serupa dengan itu.

Terakhir, bahaya pengadaan tanah dan bank tanah. Keinginan RUU Pertanahan yang bermaksud membentuk bank tanah, nampaknya hanya menjawab keluhan investor soal hambatan pengadaan dan pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur.

Bank tanah yang akan dibentuk pemerintah dinilai bakal menjadi lembaga profit yang sumber pendanaannya tidak hanya berasal dari APBN, tetapi juga penyertaan modal, kerjasama dengan pihak ketiga, pinjaman dan sumber lainnya.

"Jika dibentuk, bank tanah beresiko memperparah ketimpangan, konflik, dan melancarkan proses-proses perampasan tanah atas nama pengadaan tanah dan menersukan praktek spekulan tanah," tuntasnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau