Ada apa dengan ITC?
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alexander Stefanus Ridwan, pusat belanja atau pusat perdagangan yang berkonsep trade center, merupakan bangunan strata title.
Ini artinya, setiap kios bisa dimiliki oleh perorangan, atau pun kelompok. Nah, dalam kasus ITC Mangga Dua, terdapat ribuan pemilik karena jumlah kiosnya pun sebanyak 3.500 unit.
Hal ini kemudian yang menyebabkan pengelola dan atau pengembang kesusahan untuk menyatukan pendapat seluruh pemilik kios.
"Jadi enggak bisa diatur seperti mal sewa. Kalau mal sewa kan, saya mau ubah seperti ini misalnya penyewa mau enggak mau harus mengikuti. Kalau trade center, semau pemilik kios," tutur Stefanus kepada Kompas.com, Rabu (3/7/2019).
Selain itu, menurut Stefanus, lesunya bisnis ritel trade center ini adalah karena kurangnya inovasi. Padahal hal ini adalah salah satu syarat agar bisa bertahan di industri ritel.
Dengan kondisi saat ini, para peritel harus menyatukan visi. Tak hanya para pemilik kios, pengelola juga harus ambil bagian.
Baca juga: Ini Penyebab Turunnya Kejayaan ITC (III)
Hal inilah yang menjadi sorotan CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono. Menurut Hendra, Sinarmas Land selaku pengembang, pengelola, dan juga pemilik sebagian kios di ITC-ITC, harus melakukan pendekatan ke para pemilik kios.
"Dengan lokasi-lokasinya yang sebagian strategis, harusnya mereka mampu meng-upgrade konsep, gedung secara fisik, dan manajemennya," kata Hendra.
Sinarmas Land, yang menurut Hendra, masih memegang kios atau pun ruangan besar yang tidak dijual, dan hanya disewakan, bisa menempuh cara buy back atau co-develop.
Semacam pengembangan en bloc seperti di Singapura untuk apartemen-apartemen tua di lokasi strategis.
Tidak mau berubah
Jika opsi buy back atau co develop merupakan pilihan terakhir, maka pengembang dan pengelola harus kreatif dan mampu menciptakan event-event meriah yang mampu menarik minat pengunjung.
"ITC kan tempat jualan barang-barang fast moving low cost fashion dan low cost handphone. Jadi para pedagang mengharapkan fast moving sales juga. Mereka mengharapkan high volume karena marjinnya tipis," tutur Hendra.
Selama ini, penyebab trade center atau pun lease mall yang ditinggalkan oleh para pelanggan karena mereka tidak mau berubah. Bahkan pada era digital seperti ini, peritel juga hrus mengikuti perkembangan zaman.
Salah satunya adalah dengan menerapkan omnichannel sehingga pelanggan dapat menggunakan lebih dari satu channel penjualan seperti toko fisik, e-commerce, serta jual-beli via mobile.
"Harus kompak, sama-sama mau majuin, tukar pikiran sama-sama gimana supaya makin beken. Kalau bisa bermitra dengan komunitas, jadi komunitas itu juga bisa datang ke sana, sehingga bisa langsung ke customer-nya," tambah Stefanus.
Sinarmas Land sendiri selaku pengembang dan pengelola belum memberikan konfirmasi terkait fenomena sepinya ITC-ITC yang mereka kembangkan.
Ketika dihubungi Kompas.com, Managing Director Sinarmas Land Dhony Rahajoe hanya memberikan jawaban, "Maaf keburu rapat lagi. Nanti saya call," .