JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah menunjukkan keseriusan menggenjot pembangunan infrastruktur dengan menaikkan anggaran setiap tahun.
Mengacu data Kementerian Keuangan, untuk tahun 2019, pemerintah menganggarkan Rp 415 triliun. Angka ini mengalami kenaikan 1,04 persen dari anggaran tahun 2018.
Sebelumnya, secara berturut-turut sejak tahun 2015 naik 65,5 persen menjadi sebesar Rp 256,1 triliun, dan tahun 2016 meningkat 5,1 persen menjadi Rp 269,1 triliun.
Kemudian tahun 2017 bertambah 44,3 persen menjadi Rp 388,3 triliun, dan tahun 2018 tumbuh 5,8 persen menjadi Rp 410,7 triliun.
Alokasi anggaran Rp 415 triliun untuk tahun ini diperuntukkan bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 108,2 triliun.
Disusul Kementerian Perhubungan Rp 38,1 triliun, Dana Alokasi Khusus Rp 33,5 triliun, serta investasi pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebesar Rp 39,8 triliun.
Baca juga: Anggaran Infrastruktur Rp 420,5 Triliun, Ini Peruntukannya...
Baru-baru ini, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan pembentukan holding untuk tiga BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur.
Ketiga BUMN tersebut adalah PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Keputusan pengalihan saham ini dilakukan pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) masing-masing perseroan di Jakarta, Jumat (1/2/2019), sebagai realisasi dari rencana pemerintah membentuk holding BUMN di sektor infrastruktur.
Setelah pengalihan ini, Waskita Karya, Adhi Karya, dan Jasa Marga akan berubah menjadi anak perusahaan HK yang ditunjuk menjadi induk usaha atau holding BUMN infrastruktur. Status ketiga perseroan tersebut pun berubah menjadi non-persero.
Baca juga: “Holding” Infrastruktur, Efisiensi dan Masalah Non-teknis
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 tahun 2016 perihal perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Namun, pemerintah tetap memiliki pengendalian secara langsung ataupun tidak langsung di ketiga perseroan itu meski sahamnya telah dialihkan sebagai tambahan penyertaan modal ke HK.
Adapun pengendalian langsung akan dilaksanakan melalui kepemilikan 1 saham Seri A Dwiwarna pada masing-masing perseroan.
Sedangkan pengendalian secara tidak langsung akan dilaksanakan melalui kepemilikan 100 persen saham pada HK yang akan menjadi pemegang saham Seri B terbanyak di setiap perseroan itu.