JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah krisis moneter yang melanda Asia pada akhir dekade 1990-an hingga awal 2000-an, konsep podium ritel terus mendapatkan popularitas.
Beberapa megaproyek yang muncul sebelum krisis, seperti Mall Taman Anggrek mulai berkembang, terutama di segmen menengah ke atas.
Laporan yang dirilis Savills World Research berjudul "Market Trends | Jakarta Retail Evolution" menyebutkan, mengikuti tren yang berkembang pada dekade 2000-an, pada tahun 2010-an lebih banyak mal bermunculan.
Baca juga: Evolusi Ritel dan Pusat Perbelanjaan di Jakarta
Selama periode ini, pengembang tampaknya tertarik untuk membangun pusat perbelanjaan kelas atas, mengingat stok yang terbatas.
Namun perizinan yang semakin ketat, juga membuat sedikitnya pembangunan mal yang berdiri sendiri sejak 2013.
Data menunjukkan sejak 2013 hingga kini pertumbuhan ruang ritel di Jakarta hanya sebesar 90.000 meter persegi per tahun.
Angka ini turun secara signifikan dibanding periode antara tahun 2005-2013 di mana pertumbuhan ruang ritel mencapai 160.000 meter persegi per tahun.
"Pusat perbelanjaan menjadi salah satu elemen pendukung dalam pengembangan proyek mixed-use," ujar Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Banyak pengembangan mal berkonsep podium ritel yang direncanakan sejak saat itu. Beberapa di antaranya terealisasi pada 2015.
Riset Savills menunjukkan lebih dari 60 persen proyek yang diselesaikan antara tahun 2014 sampai 2018 diidentifikasi sebagai podium ritel.
Tidak seperti podium ritel yang dibangun sebelum tahun 2013, banyak proyek terbaru yang berfungsi sebagai pelengkap komponen lain yang lebih besar (seperti apartemen atau perkantoran).
Karena berfungsi sebagai fasilitas pelengkap, pusat perbelanjaan ini tidak memerlukan izin terpisah.
Selain itu, skala ukuran pusat perbelanjaan ini juga cenderung lebih kecil dibanding dengan mal yang dikembangkan pada periode awal.