SEMARANG, KOMPAS.com - Jalan Tol Trans-Jawa yang membentang dari Jakarta menuju Surabaya sepanjang 780 kilometer sudah tersambung, dan siap digunakan masyarakat.
Jalan bebas hambatan dalam kondisi mulus ini menstimulasi pengemudi memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi melebihi ketentuan yang telah ditetapkan.
Tak jarang perilaku berkendara ini seringkali menyebabkan kecelakaan lalu lintas, baik tunggal maupun melibatkan beberapa kendaraan.
Isu keamanan dan keselamatan berkendara inilah yang mendapat sorotan utama, bukan lagi masalah kemacetan yang kerap terjadi saat perhelatan mudik Lebaran, Natal, atau libur Tahun Baru.
Baca juga: Keselamatan, Aspek Utama Kesiapan Tol Trans-Jawa
Direktur Jenderal Hubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menuturkan, sudah saatnya kampanye tentang keselamatan berkendara di jalan tol, khususnya Tol Trans-Jawa digaungkan secara masif.
"Keselamatan berkendara dan berlalu lintas, juga menyangkut tentang perlindungan pengemudi. Jadi ini harus diatur, misalnya tiap berapa jam pengemudi harus istirahat," kata Budi menjawab Kompas.com, saat Susur Jalan Tol Trans-Jawa, Jumat (7/12/2018).
Prasarana dan perangkat pendukung ini bukan hanya tempat istirahat untuk makan dan minum tapi juga tempat istirahat untuk tidur.
"Walaupun satu atau dua jam. Kalau pun ada hotel nanti, itu akan lebih baik. Jadi bisa untuk dipakai istirahat bukan untuk menginap," cetus Budi.
PT Jasa Marga (Persero) Tbk sendiri merespons upaya peningkatan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan berkendara dengan rencana pembangunan tiga hotel ekonomi (budget) di tiga rest area Jalan Tol Trans-Jawa.
Ketiga hotel dengan kapasitas kamar masing-masing 90 unit ini ada di rest area Jalan Tol Batang-Semarang, Solo-Ngawi, dan Mojokerto-Surabaya dengan total investasi senilai Rp 90 miliar.
Baca juga: JMP Siapkan Rp 90 Miliar Bangun 3 Hotel di Rest Area Tol Trans-Jawa
Selain itu, harap Budi, BUJT juga harus menyediakan fasilitas kesehatan yang selama ini tidak terdapat di rest area, seperti puskesmas, dan helipad untuk penanganan kecelakaan dalam waktu cepat.
"Jadi kalau ada kecelakaan parah di sepanjang jalan tol ini minimal ada penanganan cepat," tambah Budi.
Prasarana dan perangkat keselamatan serta upaya memperketat aturan berkendara di jalan tol, kata Budi, akan dibahas bersama Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan BUJT.
Budi berharap aturan ini diperkuat dalam sebuah payung hukum yang bisa berbentuk regulasi, kesepakatan, atau standard operational procedure (SOP).
"Kami akan pastikan itu, sehingga pengguna jalan akan selamat dan merasa nyaman," ujar Desi.
Jalan Tol Trans-Jawa yang sudah tersambung ini, kata Desi, berbeda kondisinya. Karena itu, diperlukan perangkat keselamatan paripurna yang dapat memastikan unsur keselamatan dan kenyamanan masyarakat terpenuhi.
"Jelang mudik Natal ini, masih ada waktu bagi kami untuk melengkapi semuanya mulai dari penambahan rambu, dan lain-lain perangkat keselamatan," ucap Desi.
Overdimension Overload
Terkait kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan berat seperti truk yang melebihi kapasitas atau overdimension overload (ODOL), Budi mengatakan, Dirjen Hubungan Darat sudah mengeluarkan aturan tegas.
"Setiap kendaraan trus harus dilengkapi dengan stiker pemantul cahaya, baru saya launching satu bulan lalu," kata Budi.
Dia mengaku sudah menyampaikan dan mendorong seluruh pengelola tol agar menerapkan aturan tentang stiker pemantul cahaya ini guna mereduksi kecelakaan di jalan tol.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.