Kinerja penjualan yang tidak secemerlang dua atau tiga tahun lalu turut memengaruhi Agung Sedayu untuk mempertimbangkan opsi memanfaatkan sumber dana alternatif, yakni dana publik.
Terkait belum pulihnya kondisi bisnis properti dan lambatnya penjualan beberapa proyek yang tengah dikembangkan, Agung Sedayu Group pun meninggalkan kampanye “Senin Harga Naik”.
“Itu sudah lama enggak ada. Mungkin udah dua tahun ya, sejak awal 2017, seiring lesunya bisnis properti,” kata Alex.
Karena itulah, sambung dia, Agung Sedayu Group tidak menaikkan harga jual properti yang tengah dipasarkan sejak awal tahun ini.
Kalau pun ada perubahan harga, hanya untuk produk-produk properti yang sudah dalam konstruksi dan terbangun, baik sebagian maupun rampung seluruhnya.
“Itu pun dengan kenaikan hanya sekitar 10 persen. Paling banter 15 persen tertinggi,” tutur Alex.
Dia mengakui, dengan pertumbuhan harga dalam kisaran angka moderat, ekulibrium di pasar properti dengan sendirinya tercipta, dan hal ini justru membuat keadaan menjadi lebih baik.
Permintaan dan penawaran yang berjalan seimbang, riil, dan lebih sehat ini, menurut Alex, terjadi karena end user lebih aktif melakukan transaksi ketimbang investor.
“Para pembeli anami di PIK 2 merupakan end user. Tidak ada investor. Ini menurut saya justru bagus dan sinyal positif untuk masa depan pasar properti lebih baik lagi,” tuntas Alex.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.