JAKARTA, KOMPAS.com - Roemah Langko merupakan salah satu contoh restorasi bangunan lama yang berhasil di Indonesia.
Gedung ini merupakan sebuah restoran yang berada di Jalan Raya Langko, Kota Mataram, Lombok.
Usaha restorasi yang dilakukan oleh arsitek Nyoman Popo Priyatna Danes, berhasil mengantarkannya meraih penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia, IAI Awards 2018 dalam kategori pelestarian.
Baca juga: Para Juara IAI Awards 2018
Fasad bangunan memancarkan kesan gaya kolonial. Bukan tanpa alasan, sebab rumah ini merupakan salah satu peninggalan Belanda di Lombok.
Warna putih menghiasi hampir keseluruhan baik eksterior maupun interior restoran. Dinding gedung memiliki tekstur unik khas bangunan klasik. Setiap ruangan ditata apik dengan tempat duduk terbuka.
Baca juga: Berkat Desain Masjid Al Irsyad, Ridwan Kamil Raih IAI Awards 2018
Penataan ini membuat Roemah Langko menjadi salah satu bangunan yang menerapkan konsep hemat energi.
Sebagian besar ruangan bahkan tidak memiliki pendingin udara. Cahaya matahari juga bebas masuk ke dalam ruangan.
Sebelum berubah menjadi tempat jamuan, pemilik gedung melakukan konsultasi dengan Popo. Kala itu, arsitek asal Bali ini menyarakan untuk membangun restoran.
Lokasi bangunan yang dianggap representataif menjadi alasannya. Tempat ini berada di pusat kota, sehingga bisa menjadi lokasi singgah wisatawan dan tamu-tamu penting yang berkunjung ke Lombok.
Baca juga: Rancang Sustainable Building, Ary Indrajanto Terbaik IAI Awards 2018
"Kebetulan pemiliknya ini memang pengusaha rumah makan, jadi artinya tetep harus ada commercial value. Karena sudah invest untuk membeli lahan itu kemudian invest untuk membangun kembali, tentu harus ada income, jadi saya usulkan kita fungsikan sebagai restoran saja," papar Popo kepada Kompas.com, Senin (24/9/2018).
Sebagai salah satu gedung peninggalan masa kolonial, tentu banyak perbaikan yang harus dilakukan.
Apalagi ketika pertama kali dibeli oleh seorang pengusaha yang juga teman Popo, rumah ini berada dalam kondisi separuh rusak. Sebagian bagian atap yang sudah roboh. Kaca patrinya juga banyak yang pecah.
Hal ini membuat Popo memutuskan untuk membangun ulang rumah secara total.
"Bangunan ini bisa kita preserve, kita jadikan ikon kota," ujar Popo kepada pemilik bangunan kala itu.
"Saya lihat bangunan ini memang sudah separuh hancur, tetapi saya masih lihat ada some old charm, kecantikan dan keanggunan yang tersembunyi," ucap dia.
Meski merekonstruksi ulang, namun Popo dan timnya tetap mempertahankan bentuk bangunan lama. Popo menambahkan beberapa bangunan minor untuk melengkapi struktur utama.
Ruangan yang dulu berfungsi sebagai tempat tidur dan dapur juga turut dibongkar. Struktur rumah lawas ini juga terbuat dari material lama, yakni batu bata dan campuran pasir serta kapur.
"Kami naikkan 1,5 meter dari posisi lama," imbuh Popo.
Popo menambahkan area dapur baru pada bagian belakang rumah. Selain dapur, ruang makan baru turut ditambahkan, sehingga bangunan mampu lebih banyak orang.
Popo juga membangun ruang pertemuan sebagai banguanna tambahan pada bagian belakang restoran.
Membangun ulang rumah lawas memang membutuhkan ketelitian serta perhatian khusus. Bukan hanya fisik gedung yang harus dilestarikan, identitas gedung sebagai bangunan lama juga harus dipertahankan.
"Karena saya memang tertarik terhadap konservasi, saya ingin menjaga keasliannya selama mungkin," tambah dia.
Beberapa bagian seperti pintu dan jendela masih asli. Namun untuk genting, ubin, dan kaca patri, tim arsitek harus membuat ulang barang tersebut.
Genting rumah misalnya, didapatkan dari pembongkaran bangunan tua di Bandung. Sedangkan ubin teraso, direproduksi dari sebuah pabrik di Pasuruan. Uniknya, bentuk dan motif ubin memiliki tampilan serupa dengan aslinya.
"Itu (ubin) juga kita reproduksi dengan bentuk yang sama dan dengan bahan-bahan modern. Bahan yang sama tetapi dengan teknik pembatan yang lebih modern sehingga dia lebih kuat," ungkap Popo.
Kaca tersebut kemudian dijadikan contoh atau master untuk membuat barang dengan pola serupa.
Perjuangan Popo dan timnya tak berhenti sampai disitu. Untuk mereproduksi kaca, mereka harus memesannya di Surabaya.
Setelah berbagai hal dilalui, tempat ini akhirnya berubah menjadi restoran modern yang menegaskan suasana lawas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.