KOMPAS.com - Rumah tradisional Jepang mencerminkan kesederhanaan. Di kampung-kampun tradisional, atap rumah tidak ada yang dibuat menjulang tinggi. Bahkan eksterior rumah tidak ada yang dicat dengan warna mencolok.
Namun jika masuk ke dalam, baru terlihat perbedaannya. Meski eksterior terlihat hampir sama persis, namun interior setiap rumah berbeda sesuai selera si pemilik.
Ini karena masyarakat Jepang memiliki tradisi untuk mengeluarkan ekspresinya ke dalam dan bukan untuk dipamerkan ke luar.
Namun satu hal yang menjadi favorit hingga kini adalah taman tradisional Jepang yang ikonik. Berbeda dengan taman di Eropa yang meliputi daerah luas dan datar serta memiliki bentuk geometris, taman di Jepang umumnya berukuran kecil dan berbentuk tiga dimensi.
Ide membuat taman unik ini berasal dari periode Asuka (538-710). Para pedagang dari Jepang melihat contoh taman di China dan terpesona.
Mereka kemudian membawa para teknik berkebun dan membuat taman dari China ke kampung halamannya.
Hingga kini, gaya taman ala Jepang menjadi salah satu yang paling populer di dunia. Taman Jepang berbeda dengan taman kebanyakan yang penuh dengan bunga. Sebaliknya, taman-taman tersebut ditumbuhi dengan tanaman budi daya.
Gaya taman ini juga dipengaruhi dari agama Shinto mengenai penciptaan pulau sempurna dan cerita tentang shinchi atau sungai para dewa.
Elemen yang harus ada dalam taman Jepang
Namun di dalam taman mungil inilah, masyarakat Jepang mencoba memasukkan seluruh unsur alam, seperti gunung, air terjun, hutan, sawah, hingga sungai.
Untuk gunung, orang Jepang menggunakan batu sebagai simbol.
Sementara air diwakili oleh kolam kecil atau saluran yang masuk ke dalam taman lewat bilah-bilah bambu.
Air terjun merupakan satu elemen penting jika ingin membuat taman bergaya Jepang dan tidak boleh dibuat secara sembarangan.