Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhatikan Elemen Penting di Taman Bergaya Jepang

Kompas.com - 03/08/2018, 17:04 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rumah tradisional Jepang mencerminkan kesederhanaan. Di kampung-kampun tradisional, atap rumah tidak ada yang dibuat menjulang tinggi. Bahkan eksterior rumah tidak ada yang dicat dengan warna mencolok.

Namun jika masuk ke dalam, baru terlihat perbedaannya. Meski eksterior terlihat hampir sama persis, namun interior setiap rumah berbeda sesuai selera si pemilik.

Ini karena masyarakat Jepang memiliki tradisi untuk mengeluarkan ekspresinya ke dalam dan bukan untuk dipamerkan ke luar.

Namun satu hal yang menjadi favorit hingga kini adalah taman tradisional Jepang yang ikonik. Berbeda dengan taman di Eropa yang meliputi daerah luas dan datar serta memiliki bentuk geometris, taman di Jepang umumnya berukuran kecil dan berbentuk tiga dimensi.

Taman Jepang

Ide membuat taman unik ini berasal dari periode Asuka (538-710). Para pedagang dari Jepang melihat contoh taman di China dan terpesona.

Mereka kemudian membawa para teknik berkebun dan membuat taman dari China ke kampung halamannya.

Hingga kini, gaya taman ala Jepang menjadi salah satu yang paling populer di dunia. Taman Jepang berbeda dengan taman kebanyakan yang penuh dengan bunga. Sebaliknya, taman-taman tersebut ditumbuhi dengan tanaman budi daya.

Gaya taman ini juga dipengaruhi dari agama Shinto mengenai penciptaan pulau sempurna dan cerita tentang shinchi atau sungai para dewa.

Elemen yang harus ada dalam taman Jepang

Taman di Jepang

Kompas/Indira Permanasari (INE)
27-08-2017INDIRA PERMANASARI Taman di Jepang Kompas/Indira Permanasari (INE) 27-08-2017
Taman tradisional ini umumnya tidak begitu luas. Bahkan ada beberapa yang hanya memiliki ukuran satu meter persegi, bahkan dalam beberapa kasus ada yang lebih kecil dari ukuran tersebut.

Namun di dalam taman mungil inilah, masyarakat Jepang mencoba memasukkan seluruh unsur alam, seperti gunung, air terjun, hutan, sawah, hingga sungai.

Untuk gunung, orang Jepang menggunakan batu sebagai simbol.

Sementara air diwakili oleh kolam kecil atau saluran yang masuk ke dalam taman lewat bilah-bilah bambu.

Air terjun merupakan satu elemen penting jika ingin membuat taman bergaya Jepang dan tidak boleh dibuat secara sembarangan.

Dalam arsitektur taman tradisional, air terjun terbagi menjadi tujuh tingkatan atau level yang disebut Sakuteiki. Tiap tingkatan harus menghadap ke arah bulan dan didesain untuk menangkap bayangan bulan di air.

Jangan lupakan batu kerikil. Dalam kepercayaan kuno Jepang, pasir dan batu kerikil digunakan di tempat suci agama Shinto dan juga kuil Buddha.

Satu hal yang menjadi ciri khas taman Jepang adalah adanya jembatan di setiap taman, baik taman dengan ukuran besar maupun taman kecil.

Jembatan ini dapat dibuat bari batu, kayu, atau kayu gelondongan dengan tanah di atasnya.

Taman Jepang di Monaco.DINI KUSMANA MASSABUAU Taman Jepang di Monaco.
Tak kalah penting adalah batu pijakan yang terbuuat dari batu kerikil atau batu kali. Batu pijakan ini terdiri dibangun dari kombinasi batu yang memiliki ukuran dan dimensi berbeda.

Kolam dalam taman Jepang juga selalu dipenuhi oleh ikan, khususnya koi dan ikan emas. Penggunaan ikan ini berasal dari tradisi China yang juga mengembangkan ikan koi dan ikan emas.

Di dalam taman berukuran besar, ada sedikit ornamen seperti lentera dari batu atau logam. Selain itu ada pula bak utuk menampung air.

Bak ini digunakan untuk membersihkan tangan dan mulut sebelum mengawali upacara minum teh.

Biasanya taman juga memiliki sebuah pulau kecil buatan di tengah danau. Pulau kecil ini dibuat dari batu-batu bergerigi dan pohon cemara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau