Tim kartografi juga harus menyisir tempat-tempat pemberhentian untuk menemukan hal unik dan informasi mengenai fasilitas pelengkap di lokasi tersebut.
"Seru survei di jalanan, apakah di sini ada bus stop, apakah tempat ini bisa diakses para penyandang disabilitas, hal-hal yang sangat detail itu ciri khas dari yang saya temukan di tim ini," tutur Maulana.
Masalah dan tantangan yang dihadapi
Menurut Maulana, masalah yang dihadapi dalam membuat peta transportasi massal terintegrasi ini adalah kurangnya informasi mengenai perubahan rute, sehingga tim harus turun ke jalan untuk jemput bola.
Keterbukaan informasi antar instansi operator transportasi publik juga dinilai masih minim.
“Untuk Jakarta kami harus akui antar operator transportasi publik belum bersinergi dengan baik secara kelembagaan,” ungkap Maulana.
Meskipun, setiap operator transportasi seperti kereta dan BRT hingga kota-kota penyangga telah memiliki peta transportasi sendiri.
Namun hal ini menjadi tantangan ketika tim kartografi harus menggabungkan rute tersebut menjadi satu kesatuan.
“Untuk menggabungkan jadi satu merupakan problem tersendiri, sebenarnya kalau kami melakukan bersama-sama bisa kami atasi,” tutur Maulana.
“Kadang-kadang informasi tentang rute baru harus kami survei sendiri. Kami harus catat sendiri. Harus kerja ekstra buat peta ini agar lebih akurat dan bermanfaat buat orang-orang,” ujar dia.
Kurangnya minat orang Indonesia dalam membaca peta juga menjadi perhatian serius bagi tim kartografi.
Hal ini menjadi tantangan bagaimana peta yang mereka buat bisa dibaca dengan mudah oleh masyarakat.
Anggota tim kartografi FDTJ