KOMPAS.com - Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ) kembali menerbitkan versi baru Peta Transportasi Massal Terintegrasi Jakarta. Peta yang disajikan merupakan gabungan dari berbagai macam moda transportasi.
Salah satu anggota tim pembuat peta, Fagra Hanif, mengatakan, peta ini merupakan pertama di Indonesia yang mengombinasikan sejumlah jenis moda transportasi berbeda.
Dengan hadirnya peta transportasi terintegrasi ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk memilih rute sesuai kebutuhan, sehingga perjalanan dan waktu tempuh menjadi lebih efektif dan efisien.
“Tanggapannya cukup baik, masyarakat tentu lebih terbantu terkait informasi rute transportasi publik modern yang ternyata jangkauannya cukup luas,” ujar Hanif saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/7/2018).
Siapa kira, di balik pembuatan Peta Transportasi Massal Terintegrasi Jakarta ini bukanlah para ahli kartografi.
Mereka justru berasal dari beragam latar belakang. Ada yang masih di bangku SMA, profesional dan karyawan swasta, mahasiswa, dan juga konsultan.
Namun, kendati berbeda latar belakang, mereka disatukan oleh minat yang sama, yakni kecintaan untuk membuat dunia transportasi publik di Jakarta dan kota-kota lainnya menjadi lebih baik.
“Tim ini memiliki visi, passion, dan selera yang sama. Namun, tim yang mempunyai kapabilitas yang berbeda ini bisa saling mengisi sehingga terbentuk tim kartografi ini,” tutur Maulana.
Bersama dengan Hanif dan Adriansyah Yasin Sulaeman, tim ini kemudian menjadi cikal bakal dalam menciptakan peta transportasi publik khususnya berbasis Bus Rapid Transit (BRT) di Jakarta.
“Yang paling seru kami membuat peta ini dari nol. Itu sekitar tahun 2016, karena belum pernah ada peta paling mutakhir terkait BRT di Jakarta,” ungkap Maulana.
Maulana yang merupakan lulusan teknik sipil ini menceritakan bagaimana dia bersama timnya harus berpanas-panasan, berpeluh di sekujur badan melakukan survei di jalanan.
Namun, dari situlah mereka menemukan berbagai fakta mencengangkan mengenai kondisi transportasi pubik di Jakarta.
Mulai dari halte-halte yang tidak memadai, signage yang tidak sesuai standar, kedatangan moda transportasi yang molor dari jadwal, dan lain-lain.
Tim kartografi juga harus menyisir tempat-tempat pemberhentian untuk menemukan hal unik dan informasi mengenai fasilitas pelengkap di lokasi tersebut.
"Seru survei di jalanan, apakah di sini ada bus stop, apakah tempat ini bisa diakses para penyandang disabilitas, hal-hal yang sangat detail itu ciri khas dari yang saya temukan di tim ini," tutur Maulana.
Masalah dan tantangan yang dihadapi
Menurut Maulana, masalah yang dihadapi dalam membuat peta transportasi massal terintegrasi ini adalah kurangnya informasi mengenai perubahan rute, sehingga tim harus turun ke jalan untuk jemput bola.
Keterbukaan informasi antar instansi operator transportasi publik juga dinilai masih minim.
“Untuk Jakarta kami harus akui antar operator transportasi publik belum bersinergi dengan baik secara kelembagaan,” ungkap Maulana.
Meskipun, setiap operator transportasi seperti kereta dan BRT hingga kota-kota penyangga telah memiliki peta transportasi sendiri.
Namun hal ini menjadi tantangan ketika tim kartografi harus menggabungkan rute tersebut menjadi satu kesatuan.
“Untuk menggabungkan jadi satu merupakan problem tersendiri, sebenarnya kalau kami melakukan bersama-sama bisa kami atasi,” tutur Maulana.
“Kadang-kadang informasi tentang rute baru harus kami survei sendiri. Kami harus catat sendiri. Harus kerja ekstra buat peta ini agar lebih akurat dan bermanfaat buat orang-orang,” ujar dia.
Kurangnya minat orang Indonesia dalam membaca peta juga menjadi perhatian serius bagi tim kartografi.
Hal ini menjadi tantangan bagaimana peta yang mereka buat bisa dibaca dengan mudah oleh masyarakat.
Anggota tim kartografi FDTJ